JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Cabai jawa adalah salah satu tanaman yang terkenal sebagai bahan dalam ramuan jamu Indonesia. Karena itu, orang lebih mengenalnya dengan nama cabai jamu. Buah berbentuk unik tersebut berasal dari tanaman yang merambat pada pepohonan. Pulau Madura menjadi salah satu daerah penghasil unggulan cabai jawa. Karena itulah, aneka jenis ramuan Madura menggunakannya sebagai salah satu bahan yang memberikan bau dan rasa khas.
Cabai jawa juga merupakan bahan dalam minuman jamu gendong yang sangat populer, namanya cabai puyang. Minuman itu diyakini secara turun-temurun bisa membantu mengatasi masalah kesehatan umum, termasuk pegal linu, batuk, pilek, perut kembung, dan sebagai tonik.
Menurut Prof Dr Apt MANGESTUTI AGIL MS, Guru besar botani farmasi dan farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, tanaman ini asalnya bernama Piper retrofractum dari suku Piperaceae, yang dikenal berasal dari kawasan Asia Tenggara, utamanya tumbuh di Indonesia, Thailand, Bangladesh, Vietnam, dan India. Nama dalam bahasa Inggris adalah Javanese long pepper. Dalam pengobatan tradisional, cabai jawa dipakai sebagai tonik untuk mengatasi gangguan kembung dan masalah lain pada saluran cerna, gangguan usus, dan jamu khusus pasca melahirkan. Akar tanamannya digunakan untuk mengatasi paresis, diare, antipiretika, dan karminativa. Ayurveda India menggunakan buah jamu jawa untuk kesehatan saluran pernapasan dan menjadi bahan teh untuk kesehatan.
Bau khas daun dan buah pasti berkaitan dengan minyak asiri kandungannya yang berupa campuran zat, antara lain β-caryophyllene dan β- bisabolene. Buah tersebut punya kandungan mineral, yaitu kalsium, tembaga, zat besi, magnesium, fosfor, kalium, natrium, dan zinc dalam berbagai konsentrasi berbeda. Zat bioaktifnya, antara lain, sterol, glikosida, alkaloid, tanin, dengan piperin sebagai zat kandungan utama.
Jepang adalah salah satu negara yang masyarakatnya menggunakan cabai jawa sebagai bumbu masak. Karena itu, peneliti Jepang tertarik untuk mempelajari kaitan bau dan rasa buah segar dengan daya antioksidan. Pengamatan dilakukan pada berbagai fase proses kematangan buah, yaitu saat mentah berwarna hijau, jingga dan merah saat masak. Hasilnya menunjukkan, kadar asam organik, asam amino bebas, dan piperin menurun seiring dengan proses pematangan buah hingga mencapai batas minimum pada saat matang. Komposisi kandungan minyak asiri antarfase kematangan buah ternyata berbeda sekali.
Sementara itu, aktivitas penetral radikal bebas dan kandungan zat fenolik yang menyebabkan aktivitas antioksidan menurun seiring dengan proses kematangan. Keadaan itu ternyata konsisten dengan perubahan kandungan piperin. Jadi, terbukti bahwa fase pematangan buah punya pengaruh yang cukup signifikan pada rasa dan karakteristik antioksidan buah segar dari Jepang.
Afrodisiak
Benarkah cabai jawa meningkatkan gairah seksual atau yang biasa disebut sebagai afrodisiak? Jawaban atas pertanyaan itu sudah ditemukan melalui berbagai penelitian, terutama oleh peneliti Indonesia. Salah satunya adalah yang dilakukan pada hewan coba tikus jantan yang diberi beberapa macam ekstrak dan zat piperin hasil isolasi. Piperin menurut penelitian sebelumnya diduga yang menunjukkan khasiat pendongkrak gairah seksual.
Hasil penelitian ternyata menunjukkan bahwa pemberian piperin meningkatkan perilaku hewan jantan dalam mendekati pasangannya. Itu mengindikasikan terjadinya peningkatan gairah seksual. Ternyata, melalui telaah perilaku tersebut diyakini bahwa efek meningkatnya gairah tikus jantan itu tidak berkaitan dengan perubahan hormonal. Padahal, gangguan seksual pada umumnya berkaitan dengan masalah hormonal. Dalam percobaan tersebut, peningkatan terjadi karena naiknya aliran darah menuju organ kelamin tikus sehingga fungsi organ menjadi optimum. Selain itu, khasiat piperin sebagai antidepresan diduga bisa mengendalikan kegelisahan dan stres yang membuat hasrat seksual pun tidak terganggu.
Menjaga Kesehatan Otak
Pemakaian cabai jawa secara turun-temurun sebagai stimulan bisa dikaitkan dengan kerjanya pada saraf otak. Pendapat itu sejalan dengan penemuan hasil penelitian peneliti Jepang pada kultur sel. Pemberian ekstrak buah pada kultur sel yang sesuai ternyata merangsang aktivitas pertumbuhan neurit. Yaitu, tonjolan pada badan sel saraf otak yang berperan mengantarkan pesan dari otak ke bagian tubuh lain. Makin tumbuh neurit, pengiriman pesan tersebut akan berlangsung lancar dan cepat. Itulah yang menyebabkan terjadinya peningkatan fungsi otak, termasuk fungsi kognitif. Zat yang diduga bekerja dalam hal ini adalah piperidone.
Antiobesitas
Menarik sekali informasi ilmiah karya peneliti Malaysia tentang manfaat cabai jawa sebagai antiobesitas. Pengalaman pemakaian tradisional tidak menginformasikan mengenai hal itu. Hewan coba yang dibuat mengalami obesitas diberi ekstrak buah. Hasilnya memperlihatkan penurunan berat badan tanpa mengganggu jumlah makanan yang dikonsumsi. Hasil tersebut dibarengi dengan menurunnya kadar kolesterol, lemak baik dan lemak buruk, lipid total karena kerja ekstrak.
Ekstrak juga terbukti melindungi liver dari terjadinya fatty liver (liver yang tertutup lemak) pada pecandu alkohol dengan cara menurunkan penumpukan trigliserida liver. Data itu sejalan dengan penelitian lain yang memang menunjukkan peran ekstrak dalam memengaruhi ekspresi protein yang berperan dalam metabolisme lemak di liver dan otot.
CARA PEMANFAATAN CABAI JAWA
– Yang paling ideal adalah ramuan minuman cabai puyang. Carilah sumber resep yang sesuai dan praktikkan secara teratur.
– Serbuk buah cabai jawa dididihkan selama 5–10 menit. Lalu, diminum 250 ml dua atau tiga kali seminggu. Amati hasilnya.
PERHATIAN
– Efek samping yang dapat terjadi adalah gangguan lambung yang makin parah serta rasa terbakar pada lambung, tenggorokan, telapak tangan, dan kaki.
– Sebaiknya tidak dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
– Hindari saat kehamilan. Dapat digunakan bersamaan dengan suplemen dan obat-obatan dokter, tetapi sebaiknya melalui konsultasi dengan dokter.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman