(RIAUPOS.CO) -- Nyeri lutut umumnya diderita oleh lansia. Namun gaya hidup yang kurang gerak saat ini membuat siapa saja bisa mengalami nyeri lutut. Meski dapat sembuh dengan sendirinya, banyak kasus nyeri lutut yang menetap dan jika tidak diobati dengan segera dapat menghambat aktivitas penderitanya.
Selain nyeri yang mengganggu, penderita umumnya juga mengalami sejumlah gejala lain seperti bengkak, kemerahan, dan kaku atau sulit untuk digerakkan. Salah satu penyakit nyeri lutut adalah pengapuran atau Osteoartritis (OA). Penyakit ini sering menyerang lutut melebihi penyakit-penyakit pada persendian yang menyertai populasi usia lanjut dan pada obesitas. Sebagian tata laksana pengobatannya adalah dengan operasi lutut.
"Penderita nyeri lutut ini menolak untuk dilakukannya operasi namun masih ingin terbebas dari rasa nyeri. Untuk nyeri yang diakibatkan osteoartritis, hampir semua orang akan mengalami karena terjadi seiring proses penuaan," kata Dokter spesialis rehabilitasi medik dari Klinik Patella, dr. Ibrahim Agung, SpKFR, kepada wartawan baru-baru ini.
Penyebab nyeri lutut antara lain cedera, masalah mekanis, radang sendi, dan lainnya. Selain cedera pada salah satu ligamennya (anterior cruciate ligament/ACL), ada juga cedera akibat ada masalah pada komponen penyangga lutut seperti tendon, tulang rawan, dan kantong cairan sendi (bursa).
Nyeri lutut ini juga bisa disebabkan bursitis yaitu peradangan atau pembengkakan bursa. Kemudian bila ada gangguan mekanis, misalnya iliotibial band syndrome (ITBS), sering dialami oleh para pelari.
Pengobatan Nyeri Lutut
Menurut Ibrahim, penanganan nyeri lutut ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yang salah satunya adalah injeksi dengan Platelet-Rich Plasma (PRP) yang memiliki prinsip kerja regenerasi. Prinsip regenerasi ini dapat dikatakan dapat ‘memudakan’ kembali sendi yang sudah menua.
Terapi PRP telah meluas selama beberapa dekade terakhir dan penerapannya tidak dibatasi pada kasus cedera muskuloskeletal akibat olahraga saja namun juga pada kasus degeneratif tulang rawan dan sendi seperti OA. Terapi PRP dilakukan dengan mengambil darah pasien sebanyak kira-kira 8-10 cc lalu diproses dengan sentrifugasi untuk diambil komponen plasma (platelet) yang nantinya akan disuntikkan ke sendi lutut.
"PRP mengandung faktor pertumbuhan (growth factor) dan protein lain yang dapat merangsang terjadinya proses perbaikan (regenerasi) jaringan, sehingga dapat membantu penyembuhan/perbaikan jaringan yang rusak secara alamiah," jelas Ibrahim.
PRP diberikan sebanyak tiga kali (satu kali per bulan) dan dilakukan evaluasi dalam waktu 6 bulan dan 12 bulan. Pasca-PRP juga perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain pemakaian brace (bila perlu), dan melakukan latihan penguatan otot sesuai dengan rekomendasi dokter. Latihan ini juga dapat membantu memperbaiki kekuatan otot dan membantu memperlambat proses degenerasi sendi lebih lanjut.
Selain itu, PRP juga bermanfaat terhadap nyeri lutut yang diakibatkan oleh cedera yang diakibatkan oleh over-stretch, partial tear bahkan dalam kondisi complete rupture. Namun dalam kasus ini, PRP dikombinasikan dengan fisioterapi.
"Teknologi PRP atau teknologi regeneratif ini merupakan metode terbaru sebagai solusi
penuaan sendi dan kerusakan sendi," ungkapnya.
Manfaat PRP ini cukup beragam, antara lain membantu memperlambat/memperbaiki proses kerusakan jaringan tulang rawan (kartilago), membantu memperlambat perburukan OA, meningkatkan produksi cairan lubrikasi alami sendi, dan menstimulasi pembentukan jaringan tulang rawan yang baru. Menurut National Institute for Clinical Excellence (NICE), injeksi PRP untuk membantu mengatasi nyeri lutut akibat OA dapat dikatakan minim risiko, namun masih memerlukan riset lebih lanjut.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eriza