Jakarta (RP) - Puluhan ekor hewan kurban terjangkit penyakit cacing hati. Hal itu diketahui, setelah Suku Dinas (Sudin) Peternakan Jakarta Barat melakukan pengawasan di 94 lokasi pemotongan hewan di delapan kecamatan tersebar, tepat di hari raya kurban, Selasa (15/10).
"Hasil pemeriksaan, ada 27 hati dan 12 paru yang diafkir, karena rusak terjangkit cacing hati, seluruhnya berasal dari sapi yang dikurbankan," ucap Kepala Suku Dinas Peternakan Jakarta Barat, Eviaty.
Data tersebut dihimpun setelah petugas peternakan menyebar di kelurahan dan kecamatan melakukan pemeriksaan terhadap sementara jumlah lokasi 584 ekor sapi, 7 ekor kerbau, 1.773 ekor kambing, serta 110 ekor domba yang disembelih di hari pertama Idul Adha.
"Sementara ini, baru sebanyak itu yang kami temukan, pemotongan hewan kan baru berjalan hari ini dan berakhir sampai Kamis (17/10), kalau cacing pita atau cacing hati ini memang tidak menutup kemungkinan ada di hati maupun limfa hewan," ujar Eviaty.
Namun, lanjut Eviaty, dari cacing yang ditemukan puluhan diantaranya dalam kondisi rusak dan berbahaya untuk dikonsumsi, sehingga disarankan agar dibuang. "Terpaksa untuk bagian tubuh itu harus dibuang jadi tidak bisa dikonsumsi, selebihnya untuk daging gak ada masalah. Cacing pita, atau cacing hati ini memang membuat kondisi hati kambing atau sapi rusak. Ada yang sulit terlihat, ada juga yang bisa terlihat karena besar dan bergerak," terangnya.
Eviaty juga tidak memungkiri, hasil temuannya mengungkap keberadaan hewan yang belum cukup umur, dijadikan hewan kurban. Dari pemeriksaan 1.763 hewan kurban dari 175 penampungan yang tersebar di delapan kecamatan Jakarta Barat, sekitar 10 persen diantaranya belum berumur diatas 1 tahun. Rata-rata masih 7-8 bulan, badannya juga kurus.
"Memang ada sekitar 10 persen kambing yang belum cukup umur, kami sudah berikan peringatan dan sudah kami tandai. Jika tahun depan masih ditemukan seperti itu, kami akan menutup penampungan tersebut," kata Eviaty.
Abdullah (63), pedagang kambing generasi ketiga di kawasan Kampung Arab, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat selama puluhan tahun mempercayakan kambing yang diambilnya dari Pemalang, Jawa Tengah. "Kalau orang Jawa itu pandai pelihara kambing, kandangnya tidak disatukan, disekat. Sehingga kambing tidak sembarang kawin, dan kondisi tubuhnya segar," ungkap pedagang berdarah Yaman (Hadramud) saat ditemui di lokasi penjualan samping Masjid Al Munawier, Pekojan, kemarin sore.
Kambing termurah dihargai Andullah Rp 2 juta, termahal dijualnya seharga Rp 6 juta. Jenis kambing Ottawa, katanya. Kepalanya hitam badannya putih, tegap, tinggi dan panjangnya bisa lebih setengah meter, beratnya sampai 50 kilogram. Sebenarnya kambing bagus itu bukan dari beratnya, tapi gagahnya itu, nah kambing Ottawa ini paling gagah, wajah dan tanduknya juga garang," terang Abdullah yang berdagang sejak 1969, kini bisnis penjualan kambing leluhurnya diturunkan ke 7 anaknya.
Warga Jalan Pekojan I, Gang 3 no.7 RT01/03, Pekojan, Tambora ini setiap hari berdagang di lokasi Kampung Arab yang terkenal dengan pasar kambingnya itu. "Dari zaman Belanda-Jepang, orang taunya tempat ini Jembatan Kambing. Kalau jelang hari kurban, sepekan terakhir mulai diperbanyak, setiap tahun saya tampung 250 ekor kambing, sekarang sisa 15 ekor," bebernya. (asp/jpnn)