JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Tak seperti vaksin Covid-19 dari negara Barat yakni Moderna dan Pfizer-BioNTech, vaksin Sinovac asal Cina yang dibeli oleh Indonesia belum mengumumkan kemanjuran atau efikasi. Hal ini pun dibenarkan Ketua Tim Riset Vaksin Covid-19 dari Universitas Padjajaran Prof Kusnandi Rusmil. Sebab, memang uji klinis masih dilakukan di sejumlah negara seperti Indonesia, Brasil, dan Uni Emirat Arab.
"Ya memang belum (umumkan manjur, Red), kan belum selesai uji klinis. Sinovac kan bukan di Bandung saja, ada di Brasil, India, dan UEA," ungkapnya kepada JawaPos.com, Jumat (11/12).
Nanti masing-masing negara akan lapor ke BPOM masing-masing. Setelahnya, BPOM masing-masing negara akan melalukan evaluasi. Baru dikirimkan laporannya ke WHO. "Kalau sudah bagus, bisa dipakai di manapun," tuturnya.
"Jadi yang melakukan penelitian kan kami. Nanti kami akan melapor ke sponsor. Nanti sponsor lapor ke BPOM. Sekarang ini penelitian kami untuk efikasi memang belum selesai," tegasnya.
Lalu, apa tujuan efikasi? Yakni membandingkan subjek yang mendapatkan vaksin dan plasebo.
"Yang kami suntik sudah selesai. Tinggal 3 bulan lagi. Rencananya Maret lah selesai uji klinis," ujarnya.
Tapi, jika melihat timeline peneliti, kata dia, bulan Januari tim akan menyampaikan laporan interim report. Yaitu laporan selama 3 bulan pasca imunisasi dari subjek pertama sebanyak 540 orang.
"Di tahap itulah jika disetujui, BPOM akan mengeluarkan Izin Penggunaan Darurat (EUA). Sebab EUA bisa diberikan minimal 2 bulan setelah penyuntikan," tuturnya.
"Nanti Sinovac akan umumkan manjur kalau uji klinis sudah selesai," tambahnya.
Lalu bagaimana jika sudah membeli 1,2 juta vaksin ternyata tak disetujui BPOM? Prof Kusnandi justru tertawa. Menurutnya, 1,2 juta atau 3 juta dosis tak ada artinya jika dibandingkan dengan 250 juta lebih penduduk Indonesia.
"Enggak ada artinya vaksin segitu. Orang Indonesia ada berapa banyak sih? Itu yang dibeli pemerintah hanya cadangan saja lah," tegasnya.
"Nantikan mulai Januari jika ada EUA dari BPOM, Bio Farma bisa hasilkan dalam 1 bulan 10 juta dosis. Jadi yang 1,2 juta lalu 1,8 juta dosis itu mah sebetulnya hanya cadangan saja. Enggak usah ributkan vaksin, justru yang diributkan itu penyakitnya," tegasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi