JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Selama ini pasien dengan keluhan tukak lambung atau asam lambung saat pergi ke dokter umumnya diberikan resep obat Ranitidin jenis tablet. Ranitidin direkomendasikan kepada pasien untuk diminum sebelum makan. Banyak dokter selama ini memberikan resep Ranitidin untuk pasien sampai akhirnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menariknya dari pasaran.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Internist & Vaccinologis dari In Harmony Clinic, dr. Kristoforus HD, SpPD menjelaskan Ranitidin adalah obat lambung golongan H2 (Histamine 2) blocker. Obat ini diresepkan dokter untuk menurunkan produksi asam lambung, mencegah nyeri dada akibat asam lambung yang terlalu tinggi atau mengonsumsi makanan yang mengandung asam, bahkan tukak lambung, dan GERD (refluks Asam lambung ke kerongkongan).
“Selain diresepkan, Ranitidin bisa banyak dibeli di toko-toko obat dan apotek-apotek,” katanya kepada JawaPos.com, Selasa (8/10).
Pemberian biasanya 2 kali sehari untuk beberapa hari. Namun, bisa sampai beberapa minggu, tentu tergantung berat dan ringan penyakit. Obat Ranitidin selama ini sering diresepkan para dokter karena dianggap efektif.
“Walaupun sekarang sudah banyak obat-obat penurun asam lambung yang lebih efektif dibandingkan Ranitidin, namun karena (Ranitidin) ketersediaannya yang luas dan biayanya yang sangat terjangkau, Ranitidin masih banyak digunakan di mana-mana,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Mahdi Jufri. Ranitidin adalah suatu obat golongan antagonis H2, adalah obat yang menurunkan produksi asam lambung. Harganya memang terjangkau.
Dari berbagai aplikasi online, harga Ranitidin per butir selama ini memang terjangkau. Rata-rata hanya di kisaran harga Rp 500-Rp 700 per tablet. Sehingga pasien pilih membelinya karena harganya terjangkau.
Seperti diketahui, BPOM menarik Ranitidin dari pasaran karena dapat memicu kanker. Temuan cemaran NDMA dalam jumlah yang relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin. NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami.
Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake), bersifat karsinogenik (memicu kanker) jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Editor : Deslina
Sumber: jawapos.com