JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Masyarakat diminta tak meremehkan gejala penyakit jantung koroner. Gaya hidup yang tak sehat hingga obesitas bisa memicu serangan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Sayangnya sebagian masyarakat masih menganggap sejumlah gejala penyakit ini sebagai penyakit masuk angin biasa.
Maka tak jarang saat orang sedang mengeluh dadanya sesak hingga keringat dingin, justru lebih memilih tradisi ‘kerokan’ untuk penyembuhan. Padahal serangan jantung butuh penanganan cepat.
Padahal sensasi rasa lega yang dirasakan tubuh setelah kerokan itu karena tambahan balsem pereda nyeri pada tubuh. Nyeri dada cukup tinggi terjadi di 24 jam pertama, dan pada jam-jam pertama pembuluh darahnya tersumbat. Hal itu yang membuat seringkali pasien meninggal mendadak. Sedangkan angin duduk merupakan terminologi masyarakat awam.
Dokter Spesialis Bedah Thorax dan Kardiovaskular sekaligus Direktur Pelayanan Medik di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dr. Muhammad Arza Putra, Sp.BTKV(K) dalam webinar bertema ‘Bypass Selama Pandemi, Apa yang Harus Diketahui?’ menampilkan data dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) yang menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia tahun 2015.
Faktor risiko penyakit jantung sama dengan hipertensi dan stroke yaitu ada yang tidak dapat diubah (usia, jenis kelamin, keturunan/ras), serta yang dapat diubah (kurang aktivitas fisik, obesitas, diet tidak sehat, stress, konsumsi alkohol, merokok, dislipidemia, diabetes melitus.
“Kebanyakan masyarakat kurang waspada terhadap gejala-gejala dan banyak yang menganggap hanya masuk angin,” katanya baru-baru ini.
Lalu apa saja sih gejalanya? Beberapa gejala umum dari penyakit jantung koroner di antaranya:
1. Keringat dingin
2. Nyeri dada, ada rasa berat dan tertekan di dada
3. Ada rasa mual atau nyeri pada ulu hati. Jika mengalami gejala ini segera konsultasikan ke dokter.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman