KESEHATAN

Dua Teori Penyebab Pasien Sembuh Corona Bisa Positif Lagi

Kesehatan | Jumat, 08 Mei 2020 - 15:00 WIB

Dua Teori Penyebab Pasien Sembuh Corona Bisa Positif Lagi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Beberapa kasus pasien Covid-19 yang sembuh di beberapa negara dinyatakan positif lagi setelah pulang ke rumah dan menjalani pemulihan. Kondisi ini terjadi di China dan Korea Selatan. Bahkan 1 kasus di Medan, Sumatra Utara.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Ahli Vaksin (Internist & Vaccinologis) dari In Harmony Clinic, dr Kristoforus HD SpPD menilai alasan atau penyebab pasien sembuh bisa positif lagi bisa disebabkan oleh beberapa teori. Pasien dinyatakan sembuh jika hasil swabnya sudah 2 kali negatif. Tapi sejumlah pasien yang positif lagi, mengeluhkan munculnya gejala lagi dan harus diisolasi lagi.


Bukankah pasien penyintas semestinya kebal terhadap virus? Kenyataannya tidak demikian.

“Mengenai kasus yang rebounce itu, memang ada beberapa yang berspekulasi bahwa orang yang sudah terinfeksi akan kebal setelah terbentuk antibody, namun pada kenyataannya banyak yang positif lagi setelah sembuh dari infeksi (negatif),” kata dr Kristoforus kepada JawaPos.com, Jumat (8/5).

Pertama, bisa saja pasien terserang SARS-CoV-2 lagi. Justru bisa saja kondisi positif yang kedua, memunculkan gejala yang lebih berat. Itu semua dipengaruhi faktor mutasi virusnya.

“Tapi ini teori yang tidak semua ahli setuju. Ini mungkin terjadi karena SARS-CoV2 sudah bermutasi, dan walaupun dulu ada yang bilang bahwa kalau terserang yang kedua kalinya bakalan lebih ringan dari sebelumnya, evidence yang baru bilang dengan mutasi baru, serangan yang kedua bisa jadi lebih berat,” kata dr. Kristoforus.

Teori kedua, virus yang ada di dalam diri pasien muncul lagi. Dalam arti pasien yang sembuh belum seutuhnya hilang. “Ini yang dianut oleh kebanyakan ahli,” paparnya.

Virus SARS- CoV-2 sempat hampir habis dalam tubuh pasien sehingga tidak terdeteksi. Namun antibodi dalam dirinya tidak cukup untuk menghabiskan, sehingga virusnya berkembang lagi.

“Tapi semuanya masih asumsi dan teori. Dari beberapa fakta yang sudah kita ketahui, diciptakan asumsi dan teori-teori baru. Oleh karena itu penjelasannya belum 100 persen pasti benar,” ungkapnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook