Deteksi Dini Gangguan Pendengaran

Kesehatan | Jumat, 05 Oktober 2018 - 16:33 WIB

Deteksi Dini Gangguan Pendengaran
dr ARIEL ANUGRAHANI SpTHT-KL

(RIAUPOS.CO) - TELINGA adalah organ tubuh manusia yang berfungsi sebagai indra pendengaran dan organ yang menjaga keseimbangan. Telinga merupakan organ yang berperan terhadap pendengaran kita akan suara atau bunyi, hal ini dapat terjadi karena telinga memiliki reseptor khusus yang berfungsi untuk mengenali getaran suara. Namun telinga memiliki batasan frekuensi suara yang dapat didengar, yaitu yang frekuensinya 20 Hz - 20.000 Hz.
 
1. Telinga Luar
 
Telinga bagian luar terdiri atas daun telinga (aurikula), saluran telinga luar (analis auditoris eksternal), dan gendang telinga (membran timpani) yang membatasinya dengan telinga dalam.
 
Daun Telinga terbentuk oleh susunan tulang rawan yang memiliki bentuk khas untuk mendukung fungsinya, yaitu untuk memusatkan gelombang suara yang masuk ke saluran telinga.
 
Saluran telinga luar, dalam bagian ini terdapat kelenjar sudorifera yaitu kelenjar yang dapat menghasilkan serumen (bahan mirip lilin yang dapat mengeras). Serumen ini menjaga telinga agar tidak banyak kotoran dari luar yang masuk ke dalam, juga dapat menghindari masuknya serangga karena memiliki bau tidak sedap. Membran timpani adalah bagian yang berfungsi untuk menangkap gelombang suara.
 
2. Telinga Tengah
 
Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara dan menjaga tekanan udara tetap seimbang. Dinding dari bagian ini dilapisi oleh sel epite. Fungsi utamanya adalah untuk meneruskan suara yang diterima dari telinga luar ke telinga bagian dalam. Pada telinga bagian tengah terdapat tuba eustachius, yaitu bagian yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut (faring). Tuba eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara antara telinga bagian luar dengan telinga bagian tengah.
 
Telinga bagian tengah terdiri atas 3 tulang pendengaran utama yaitu Maleus (martil), incus (landasan), dan stapes (sanggurdi), tulang-tulang ini saling berhubungan satu sama lain (dihubungkan oleh sendi) karena adanya sendi maka tulang-tulang ini dapat bergerak. Rangkaian 3 tulang yang sedemikian rupa ini berfungsi untuk mengirimkan getaran yang diterima dari membran timpani pada telinga luar menuju ke jendela oval telinga dalam. Tuba eustachius ini selalu menutup kecuali saat menelan dan menganga. Oleh karena itu saat kita dalam ketinggian tertentu, apabila telinga berdengung, kita dianjurkan untuk menelan, karena menelan dapat membuka tuba eustachius yang akan menyeimbangkan kembali tekanan udara.
 
3. Telinga Dalam
 
Telinga dalam terdiri atas bagian tulang dan bagian membran. Telinga dalam disebut juga sebagai labirin karena bentuknya. Labirin tulang (labirin osea) merupakan rongga yang terbentuk pada tonjolan tulang pelipis yang berisikan cairan perilimfe. Labirin membran terletak pada bagian yang sama dengan bagian labirin tulang, namun tempatnya lebih dalam dan dilapisi oleh sel epitel serta berisi cairan endolimfe.
 
Proses Terjadinya Pendengaran
 
Gelombang suara masuk melalui telinga luar lalu masuk ke membran timpani. Membran timpani mengubah gelombang suara menjadi getaran, Getaran diteruskan ke koklea (rumah siput). Getaran membuat cairan di rumah siput bergerak sehingga terjadi  pergerakan cairan yang merangsang berbagai reseptor rambut di koklea (rumah siput). Sel rambut akan bergetar dan akan dikirim melalui saraf sensoris menuju otak dalam bentuk impuls lalu otak menerima impuls dan menerjemahkannya sebagai suara
 
Dokter Spesialis THT Rumah Sakit Awal Bros Panam dr Ariel Anugrahani SpTHT-KL kepada Riau Pos, Rabu (3/10) menjelaskan banyak faktor yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran. Oleh karena itu deteksi dini fungsi pendengaran sangat diperlukan.
 
Ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya gangguan pendengaran, di  antaranya:
 
1.   Faktor usia. Kebanyakan orang akan mulai terganggu pendengarannya akibat bertambahnya usia, hal ini terjadi karena proses degenerasi sel dan sistem saraf pendengaran. Gangguan pendengaran akibat usia dikenal dengan nama presbiakusis
 
2. Paparan bising. Sering terpapar atau mendengar suara yang bising secara terus menerus seperti pada pekerja pabrik atau mesin dan juga suara musik yang keras dalam jangka waktu yang lama juga bisa menurunkan ambang pendengaran.
 
3.   Infeksi telinga dan kotoran telinga yang menumpuk di dalam rongga telinga
 
4.   Proses traumatik yang menyebabkan pecahnya gendang telinga
 
5. Obat-obatan. Beberapa obat tercatat dapat menimbulkan gangguan baik sementara atau permanen, ditandai dengan adanya telinga berdengung
 
6.Penyakit kronis seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes , kolesterol, asam urat, dapat mengganggu suplai darah ke telinga.
 
7. Cacat bawaan lahir
 
 
"Sebaiknya lakukan pemeriksaan sejak dini, sejak bayi baru lahir melalui skrining pendengaran. skrining hanya menunjukkan ada atau tidaknya respon terhadap rangsangan bunyi dengan intensitas tertentu pada pendengaran seseorang dan tidak mengukur derajat gangguan pendengaran, " ujar dr Ariel..
 
Skrining pendengaran pada bayi baru lahir ini untuk mendeteksi adanya ketulian agar dapat ditangani segera jika memang terbukti ada gangguan. Sehingga dampak cacat pendengaran pun dapat diminimalisir.
 
Nantinya, hasil skrining pendengaran bisa dijadikan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis gangguan pendengaran pada bayi umur 0-3 bulan dan dievaluasi setiap 6 bulan. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak ini bisa menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional.
 
 
Selain melalui skrining, pemeriksaan audiometri dan timpanometri juga merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila ada. Pemeriksaan dilakukan dengan memakai alat audiogram nada murni di dalam ruang kedap suara.
 
Kegunaan audiometri ini untuk mengetahui derajat ketulian ringan, sedang atau berat untuk mengetahui jenis tuli konduktif, tuli syaraf (sensorineural) atau tuli campuran. Baik pemeriksaan OAE, ASSR dan BERA, sedianya bukan hanya ditujukan pada bayi saja namun disarankan juga untuk pekerja yang terpapar kebisingan setiap harinya untuk dilakukan pemeriksaan audiometri berkala tiap tahunnya.
 
Saat ini banyak usia muda yang mengalami gangguan pendengaran. Hal ini dikarenakan penggunaan headset. Bahaya headset dari mendengarkan portable music player (PMP), seperti MP3 player, bisa membuat telinga cedera. Itu terjadi jika kita terlalu sering memakai earphone atau headphone bervolume tinggi.
 
 
Pada kesempatan itu, dr Ariel memaparkan bahaya headset bagi pendengaran
 
1. Kerusakan Permanen pada Telinga
 
Bahaya menggunakan headset yang pertama. Hal ini terjadi bila telinga sudah tidak kuat lagi menanggung beban suara keras dari earphone yang langsung terhubung dengan lubang telinga, biasanya, hal ini terjadi pada mereka yang masih berusia muda atau remaja.
 
 
2. Kehilangan Pendengaran di Usia 20-an
 
Berdasarkan penelitian, efek penggunaan earphone atau headset yang berlebih ini memang tidak akan langsung terasa. Kerusakan akibat memakai headset atau earphone yang berlebihan ini akan muncul secara perlahan, biasanya efek akan mulai terasa di usia 20-an. Di usia itu, si penderita akan mulai kehilangan pendengarannya.
 
3. Kerusakan Otak
 
Gelombang elektromagnetik akibat memakai headset atau earphone ini diduga berpengaruh terhadap listrik otak. Terbukti gelombang elektromagnetik ini berpengaruh pada listrik otak pada tikus. Namun, hingga saat ini belum diketahui seberapa besar efek dari gelombang elektromagnetik itu pada otak manusia.
 
4. Ambang Pendengaran
 
Paparan suara bising dengan earphone atau headset dapat mempengaruhi ambang pendengaran manusia, terutama bila dilakukan dengan volume keras dan dalam jangka waktu lama. Secara perlahan efek ini akan mengarah pada gangguan pendengaran secara permanen.***
 
 
(Laporan HENNY ELYATI, Pekanbaru)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook