JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kekurangan gizi menjadi salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami sebagian masyarakat Indonesia di samping obesitas. Usia remaja pun tak lepas dari masalah kekurangan gizi.
Padahal kekurangan gizi pada usia remaja berdampak jangka pendek dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kegiatan belajar, serta berdampak jangka panjang pada masa kehidupan dan generasi selanjutnya.
Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dhian P Dipo mengatakan, upaya mencegah anemia erat kaitannya dengan makanan yang diasup setiap hari. Data Susenas pada 2015 hingga 2019 memperlihatkan perbaikan pola konsumsi penduduk, dimana terdapat peningkatan asupan energi dan protein masyarakat.
Secara nasional rata-rata konsumsi energi dan protein sudah di atas standar kecukupan gizi. Namun demikian, perbaikan pola konsumsi harian masih perlu ditingkatkan ke arah yang lebih baik. Pasalnya ada kecenderungan mengonsumsi makanan berisiko kesehatan seperti makanan tinggi gula, garam dan lemak meningkat.
“Hanya 1 dari 10 orang penduduk Indonesia yang cukup konsumsi sayur dan buahnya,” katanya dalam webinar Remaja Sehat Bebas Anemia ‘Cermati pilihan panganmu untuk penuhi gizi seimbangmu’ dalam rangka Hari Gizi Nasional (HGN) ke-61 secara daring.
Menurutnya buah dan sayur memberikan sumbangan vitamin dan mineral yang penting untuk kelancaran fungsi tubuh, menjaga imunitas dan tentunya juga menjaga tubuh tetap sehat bebas anemia. Kondisi ini memperlihatkan bahwa konsumsi harian kita masih belum bergizi seimbang.
Tablet Penambah Darah dan Kedelai
Dhian menambahkan, konsumsi gizi seimbang dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup sehat. Konsumsi gizi seimbang dengan minum tablet tambah darah (TTD) 1 kali seminggu terutama pada remaja putri dapat mencegah terjadinya anemia.
Menurut Dhian, saat ini masih terdapat tantangan terkait pola konsumsi masyarakat. Namun, sudah banyak potensi baik yang sudah dan terus dijalankan para remaja melalui pendidikan program gizi di sekolah dan di masyarakat. “Saya sangat mengapresiasi kegiatan para remaja yang berkontribusi untuk perbaikan gizinya,” ujarnya.
Program Manager Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Eny Kurnia juga mengajak masyarakat mengonsumsi pangan sehat. Sementara, Perekayasa Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Noer Laily mengatakan remaja mengalami masalah gizi mikronutrien karena sejumlah faktor.
Faktor tersebut adalah kesadaran akan pemenuhan gizi pada remaja putri masih kurang, kesadaran untuk mengadopsi pola makanan gizi seimbang masih kurang, masih rendahnya konsumsi buah dan sayur, belum terpenuhinya kecukupan protein hewani, dan kurang aktivitas fisik. Terkait anemia, lebih dari 50 persen kasus anemia disebabkan karena rendahnya daya serap zat besi.
“BPPT menghasilkan inovasi makanan pendamping untuk melengkapi asupan zat gizi membantu cegah anemia. Makanan pendamping ini adalah purula dari hidrolisat kedelai (biopeptida) yang berfungsi meningkatkan penyerapan zat besi dalam darah,” katanya.
Seperti diketahui, zat besi, asam folat dan vitamin B12 berperan dalam pembentukan sel darah merah, serta rumput laut yang kaya akan cita rasa, serat pangan, dan mineral. “Hasil uji efikasi menunjukkan konsumsi makanan tambahan ini dapat meningkatkan kadar serum Feritin dan penyerapan zat besi secara signifikan,” kata Noer.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman