SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Kejaksaan Negeri (Kejari) akhirnya membeberkan secara resmi tahapan terhadap proses penyidikan perkara yang melilit Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti dr Misri Hasanto.
Setelah naik ke tingkat penyidikan, saat ini mereka sedang mengajukan penghitungan kerugian negara (PKN) kepada Inspektorat setempat, jelang penetapan tersangka.
Demikian disampaikan Kepala Seksi Intelijen Kejari (Kasi Intel) Kejari Kepulauan Meranti, Hamiko SH kepada Riau Pos, Rabu (29/9/21) siang di ruang kerjanya.
"Belum ada penetapan tersangka. Untuk proses penyidikan kami masih menunggu PKN dari pihak terkait dalam hal ini adalah Inspektorat," ungkapnya.
Terhadap objek perkara yang sedang didalami ia memastikan berbeda dengan apa yang telah ditindaklanjuti oleh Polda Riau kepada dr Misri Hasanto.
"Objeknya beberda. Di sini tentang pelaksanaan rapid tes yang dilakukan oleh dinas kesehatan. Kami menduga pelaksanaan dan biaya tidak sesuai dengan ketentuan berlaku. Pelaksana kadisnya yang saat ini berstatus saksi," ungkapnya.
Terhadap PKN itu pula mereka menilai ada kebocoran atau kerugian negara yang ditimbulkan oleh pelaksana, mengingat pendapatan atau hasil dari pelaksanaan tersebut tidak jelas. Alias tidak masuk ke kas daerah setempat.
Selain itu terhadap tarif yang ditetapkan oleh pelaksana juga masih didalami. Mengingat Perbup 91 Tahun 2020 tentang tarif pelayanan rapid tes yang dijadikan landasan dan dasar, disinyalir telah dipalsukan.
"Untuk kegiatan tersebar, mulai rapid tes massal kepada penyelenggara Pilkada 2020, hingga umum. Seluruhnya berbayar," ungkapnya.
Hingga saat ini, menurutnya penyidik sudah memanggil belasan saksi. Mulai dari Kadiskes dr Misri beserta jajaran, pihaknya juga telah memanggil jajaran instansi lain seperti penyelenggara pilkada dan umum.
Seperti diketahui dalam kasus berbeda, Polda Riau telah menahan tersangka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti Misri Hasanto, beberapa pekan lalu (17/9/21). Untuk keberadaan saksi H Misri menurut Hamiko tidak menghambat proses penyidikan.
"Kan tinggal koordinasi saja. Pastinya tidak akan menghambat proses penyidikan walupun saksi juga telah menjadi tahanan Polda," ungkapnya.
"Digarap" Polda Riau Lebih Dulu
Seperti diberitakan sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi kepada wartawan menuturkan, penyalahgunaan wewenang oleh Kadiskes Meranti bermula pada 7 September 2020 lalu.
Di mana, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI memberikan 30 ribu pcs alat rapid test antibodi Covid-19 merek Indeck Igg/IgM ke Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Pekanbaru.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 3 ribu pcs diserahkan kepada Diskes Kepulauan Meranti sesuai surat permohonan sebanyak tiga kali. Kadiskes Misri setelah menerima alat rapid test sebanyak 3 ribu pcs, tidak pernah melaporkan ke bagian aset BPKAD maupun pengurus barang pada Diskes Meranti.
"Alat tersebut disimpan di ruangan Kadiskes, yang seharusnya alat rapid test tersebut disimpan pada instalasi farmasi," ujar Kapolda Irjen Agung usai gelar pasukan di Mapolda Riau, beberapa pekan lalu (20/9/2020).
Ia melanjutkan, sebagai laporan pertanggungjawaban, Kadiskes mengirimkan sebanyak empat kali daftar nama-nama penggunaan alat rapid dengan hasil nonreaktif untuk total pemanfaat 2.500 orang ke Korwil Kerja KKP Selatpanjang. Dari sana, ditemukan 996 orang yang di daftar, terdiri dari petugas di UPT, sama sekali tidak pernah dilakukan rapid test.
Diskes Meranti juga membuat dan mengirimkan ke KKP Kelas II Pekanbaru untuk laporan ralat daftar nama-nama pengunaan alat rapid test dengan hasil nonreaktif diganti menjadi hasil buffer stock untuk total pemanfaat 1.209 orang.
"Tersangka diduga mengalihkan pemanfaatan alat rapid test untuk pertugas Bawaslu Meranti yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan UPT Puskesmas," ujar Kapolda lagi.
Selain itu, Kadiskes ditengarai juga menjual rapid test yang seharusnya diperuntukkan secara gratis kepada masyarakat kepada jajaran Bawaslu Meranti sebagai syarat tahapan pengawasan logistik dan kampanye pada 10 November 2020 sebanyak 191 orang dan tanggal 20 November 2020 sebanyak 450 orang.
Bawaslu Meranti telah melakukan pembayaran tunai sebesar Rp150 ribu dikalikam 641 orang. Sehingga didapat total bayar sebesar Rp96.150.000 sesuai dengan kwitansi pembayaran Sekretaris Bawaslu Meranti. Untuk itu Polda Riau terus mendalami lebih jauh atas kasus ini.
Termasuk juga menelusuri apakah ada pihak lain yang terlibat. Sedangkan untuk ancaman pidana, kapolda menyebut pihaknya menerapkan Pasal 3, 9 dan 10 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ancaman 5-10 tahun penjara.
Laporan: Wira Saputra (Selatpanjang)
Editor: Erwan Sani