Ketua Forum Kades: Perubahan Status Desa di Meranti Tak Sesuai Fakta

Kepulauan Meranti | Rabu, 20 November 2019 - 13:39 WIB

Ketua Forum Kades: Perubahan Status Desa di Meranti Tak Sesuai Fakta
Kondisi sekolah marginal di Desa Tanjung Peranap, Kecamatan Tebingtinggi Barat, yang tidak tidak diakui sebagai desa yang sangat tertinggal. Murid SDN 16 Dusun II walupun kondisi sekolahnya tidak layak, tetap fokus ketika berlangsungnya aktivitas belajar dan mengajar. (WIRA/RIAUPOS.CO)

SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Terhadap keputusan atas perubahan status desa di Kepulauan Meranti disinyalir tak sesuai fakta dari kondisi masing-masing desa. 

Mulai dari status desa, sangat tertinggal, tertinggal, hingga desa yang ditetapkan telah berkembang oleh Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa RI.


Dari 96 desa yang tersebar di daerah tersebut, 40 desa di antaranya  berkembang. Sementara 49 desa masuk kategori masih tertinggal, dan sisanya 7 desa lagi tergolong sangat tertinggal. 

"Tak jelas itu. Saya sebagai ketua Forum Kades yang tersebar di Kepulauan Meranti meragukan status tersebut," ujar Ketua Forum Kades Se-Meranti, Mahadi, kepada Riau Pos, Selasa (19/11/19) siang. 

Ia memberikan contoh perbandingan atas kondisi antara desanya, Kedabu Rapat, Kecamatan Rangsang Pesisir dan desa tetangganya, Desa Sungai Cina, Kecamatan Rangsang Barat. 

Menurut Mahadi, desanya yang semula ditetapkan sebagai desa sangat tertinggal beralih status menjadi desa tertinggal. Sementara status Desa Sungai Cina yang dinilai jauh berkembang dari desanya, mengemban status yang sama.

"Seperti Desa Sungai Cina, padahal lebih berkembang disegala aspek ketika dibandingkan desa kami. Namun status mereka tetap, sangat tertinggal. Jadi saya nilai itu tidak benar," ungkapnya. 

Ia khawatir, perubahan atas status tersebut akan menjadi salah satu penghambat terhadap bantuan pembangunan yang akan masuk ke desanya. Terlebih pengaruhnya terhadap masyarakat, mulai dari hak untuk mendapat akses kesehatan hingga pendidikan yang layak. 

Keluhan yang sama juga datang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kepulauan Meranti melalui Kepala Bidang Pembinaan dan Ketenagaan Triyono. 

Menurutnya, dampak atas perubahan status tersebut mengancam kesejahteraan guru-guru yang berada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). 

Semula para guru yang mengajar di sekolah desa sangat tertinggal tidak lagi menerima tunjangan tersebut, menurut Triyono hak mereka akan dicabut karena status desanya sudah berubah menjadi berkembang.

Perubahan status itu juga akan berdampak pada desa khusus yang kondisi sekolahnya tidak mencukupi rombongan belajar. "Bisa jadi sekolah mereka akan dibubarkan atau dimarger. Padahal jarak satu sekolah lain sangat jauh," ungkapnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyrakat dan Desa, Kabupaten Kepulauan Meranti, Ihwani juga mengaku belum bisa memastikan apa manfaat dari peningkatan status tersebut. Namun yang pasti, desa tertinggal lebih mendapat perhatian lebih ketimbang sebaliknya. 

"Berkembang. Secara langsung dampaknya saya rasa ya memang tidak ada. Malahan bisa jadi desa yang sangat tertinggal bisa jadi mendapat porsi bantuan yang lebih daripada desa yang berkembang," ungkapnya. 

Untik itu, ketika penandatanganan hasil pendataan terkait dari pendamping desa, pihaknya sempat gamang. Mulai dari dirinya hingga Kepala Bapeda Meranti. 

"Untuk tandatangan hasil pendataan saja kemarin, kami sempat serbasalah. Itu Pak Murod Kepala Bappeda juga tak mau tandatangan sebelum saya tandatangan. Tapi mau gimana lagi, karena pendataannya sesuai dengan indikator yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Jadi kita tak apa-apa," ungkapnya. 

 

Laporan: Wira, Selatpanjang
Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook