PERTANAHAN

Soroti PIPPIB, Wamen ATR/BPN Akan Kunker Perdana di Meranti

Kepulauan Meranti | Minggu, 20 Juni 2021 - 16:30 WIB

Soroti PIPPIB, Wamen ATR/BPN Akan Kunker Perdana di Meranti
SURYA TJANRA (INTERNET)

BAGIKAN



BACA JUGA


SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (WamenATR/BPN) Surya Tjanra dikabarkan akan melakukan kunjungan kerja (Kunker) pertamanya di Kepulauan Meranti. Kunjungan tersebut akan berlangsung awal pekan ini. 

Kepala Kantor Badan Pertanahan, Kabupaten Kepulauan Meranti Doni Syafrial membenarkan jika agenda itu akan berlangsung Selasa (22/6/21) mendatang. Walupun demikian, ia belum bisa memastikan rangkaian kunjungan kerja wamen, karena masih tentatif. 


"Kunjungan selasa. Untuk rundown kegiatan masih tentatif karena sedang dibahas dan masih kita rapatkan," ungkapnya kepada Riau Pos, Minggu (20/6/21) sore. 

Adapun yang menjadi sorotan menurut Doni, kedatangan wamen akan membahas, sekaligus memantau
moratorium area peruntukan lain (APL) yang masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) di wilayah kerjanya.

Seperti yang tertuang dalam Inpres nomor 5 Tahun 2019 yang menetapkan 96 persen luas wilayah Kepulauan Meranti masuk dalam zona konservasi gambut dan hutan. Sementara sisa 4 persen permukiman. 

"Kedatangan Wamen tentunya mau melihat dampak dari PIPPIB sebagai bahannya agar bisa dibahas di level kementerian terkait. Karena upaya pelepasan kerap dilakukan oleh seluruh stakeholder, mulai dari BPN sendiri hingga pemda. Terlebih bupati yang sering menyampaikan itu di setiap kali kunjungannya kepada pemerintah pusat," ujarnya. 

Seperti belum lama ini kepada awak media, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H M Adil mengaku telah mengajukan surat permohonan kepada Presiden RI Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. Bahkan hendaknya presiden dapat segera mencabut moratorium yang dimaksud. 

"Kita sudah Surati pak presiden. Belum belum lama ini kita kirim suratnya. Isinya permohonan kepada presiden untuk mempertimbangkan kembali kepitusan itu. Kalau bisa cabut," ujarnya. 

Menurut Adil keputusan itu tidak adil dan relevan. Mengingat jumlah penduduk setempat mencapai 240.000 jiwa dengan wilayah permukiman hanya disisakan tidak lebih dari 4 persen.

"Masak 95 persen daerah kita masuk dalam wilayah konservasi hutan dan gambut. 240 ribu umat manusia di Kepulauan Meranti masak tinggal di hutan dan konservasi gambut. Kan lucu aja," ungkapnya. 

Ini tentu jadi sumber masalah besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Bahkan kondisi ini didorong oleh tingginya tingkat kemiskinan daerah setempat sebelum dan saat pandemi Covid-19.

"Masyarakat sudah susah jangan ditambah susah. Karena mau pinjam uang di bank saja sekarang tidak bisa. buka usaha tidak bisa, karena lahan tempat tinggalnya tidak bisa disertifikatkan oleh badan pertanahan," ujarnya.

 

Laporan: Wira Saputra (Selatpanjang)

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook