BANGKINANG (RIAUPOS.CO) - Pj Bupati Kampar Dr H Kamsol MM beraudiensi dengan ninik mamak pemangku adat dan penguasa ulayat Kenegerian Koto Garo, di ruang rapat lantai II Kantor Bupati Kampar, Senin (8/8/2022). Mereka mempertanyakan perpanjangan HGU (hak guna usaha) PT SBAL.
Kamsol mengatakan akan menampung aspirasi aspirasi ninik mamak Kenegerian Koto Garo untuk mendapatkan keadilan. Lanjutnya, pemerintah saat ini melakukan audit dari hulu ke hilir perkebunan sawit-sawit yang ada di Kabupaten Kampar. Inilah program Pemkab Kampar saat ini sehingga satu per satu permasalahan pasti kelihatan nanti.
"Pemkab Kampar dengan forkopimda serta BPN dan dinas terkait akan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak termasuk pihak perusahaan untuk melakukan cek terkait HGU yang tidak dikeluarkan. Serta perpanjangan jangka waktu HGU yang memang belum terselesaikan," ungkapnya.
Ia menambahkan, akan berusaha mencari titik temu dan menunggu kebijakan dari Panitia B (Kanwil). Juga koordinasi dengan BPN provinsi mencarikan solusi terhadap permasalahan HGU ini.
"Saya sudah koordinasi juga sama Gubernur Riau terkait PT SBAL ini. Tetapi saya berharap tidak ada terjadi apa-apa dari pihak desa ataupun perusahaan, jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," tutupnya.
Kades Koto Garo H Ilyas mengatakan, setiap memperbaharui HGU, perusahaan tersebut wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20 persen dari luas HGU yang dimohonkan.
"PT SBAL yang sudah memfasilitasi pembangunan kebun dengan pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA), itu lahannya berada di kawasan konsensi PT Arara Abadi, yang sampai sekarang tidak mendapatkan pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Sementara kebun sawit tersebut penanamannya sudah dilakukan sekitar 2003-2005," ungkapnya.
Ia menambahkan, ninik mamak beserta anak kemenakan meragukan bisa tidaknya kebun itu dimiliki selamanya.
"Adapun lahan yang di luar HGU berstatus kawasan hutan yang dikelola dan diduduki PT SBAL selama ini, yang luasnya ratusan hektare. Ini tentunya sangat merugikan kami selaku ninik mamak dan anak kemenakan. Hal tersebut membuat kami tidak bisa bercocok tanam di atas lahan tersebut. Sehingga berdampak terhadap perekonomian warga yang semakin memburuk," ungkapnya.
"Kami mohon petunjuk kepada Pak Bupati, karena ini merugikan kami dan memperburuk juga perekonomian. Dan kami mohon untuk dapat terselesaikan sehingga kami dapat menerima HGU dari perusahaan tersebut," tutupnya.(zed)
Laporan Kamarudin, Bangkinang