WASHINGTON (RIAUPOS.CO) -- Presiden AS Donald Trump mengunggah nama yang diduga menjadi whistle-blower yang memulai drama AS-Ukraina tersebut. Aksi itu langsung menuai kritik dari pakar hukum dan aktivis perlindungan pengadu.
Trump memang sangat antusias membahas identitas pengadu skandal telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Sejak masalah tersebut terungkap pada September lalu, lebih dari 100 unggahan di Twitter pribadi Trump mengkritik sang pengadu. Namun, belum ada unggahan yang menyebutkan identitas si whistle-blower.
Suami Melania itu hanya menyinggung informasi whistle-blower tanpa menyebut nama dalam beberapa kesempatan. Salah satunya saat dia ditanyai reporter The Guardian. ’’Ada beberapa artikel tentang seorang pria yang diduga pengadu. Kalau dia memang yang mengadu, dia tak punya kredibilitas,’’ jelasnya.
Hal tersebut berubah pekan lalu. Pada Kamis (26/12), dia me-retweet unggahan dari salah satu akun kampanyenya. Dalam unggahan itu, akun kampanye Trump menautkan artikel dari situs pemberitaan Washington Examiner. Berita tersebut menyebutkan sosok yang diduga sebagai whistle-blower.
Sehari kemudian (27/12), Trump me-retweet unggahan dari akun @surfermom77. Pemilik akun yang mengaku bernama Sophia itu memuat gambar yang menunjukkan identitas agen CIA bernama Eric Ciaramella. Pria tersebut diduga melaporkan percakapan telepon Trump.
"Beberapa tahun lalu, kita tak percaya bahwa seorang presiden akan mencemooh hukum dan berusaha membahayakan komunitas intelijen," ujar pakar keamanan negara Carrie Cordero kepada CNN.
Nama Ciaramella beredar di dunia maya sejak November lalu. Namun, tidak banyak media yang mau menyebut nama tersebut karena berbagai alasan. Fox News yang pro-Republik pun melarang jurnalis menyebut nama tersebut meski beberapa pakar menyebutnya dalam siaran langsung.
Menurut rumor yang beredar, Ciaramella adalah agen CIA yang pernah bekerja di bawah Joe Biden, John Brennan, dan Susan Rice. Semua atasannya adalah pengkritik Trump. Namun, tuduhan bahwa Ciaramella menyerahkan memo sepanjang sembilan halaman kepada pengawas Gedung Putih belum terbukti.
"Paradoksnya, tugas presiden adalah melindungi orang semacam ini. Namun, dia sendiri yang menyerang," ungkap Stephen Kohn, pakar perlindungan whistle-blower, kepada Washington Post.
Republik memegang teguh bahwa tidak ada regulasi yang mencegah seseorang mengungkap identitas seorang pengadu. Sayangnya, pengacara Bradley Moss menyatakan bahwa pernyataan tersebut ada benarnya. Intelligence Community Whistleblower Protection Act yang dibuat pada 1998 tidak menjelaskan perlindungan pengadu secara detail. Undang-undang itu hanya menjelaskan proses yang dilakukan untuk membuat aduan.
"(Regulasi, red) ini sangat ringkih. Semua bentuk perlindungan yang kita pahami sebenarnya hanya didasarkan pada etika dan kebiasaan yang tak tertulis," jelasnya.
Bulan lalu Donald Trump Jr melakukan hal yang sama. Tak lama kemudian, dia langsung dikritik habis-habisan dalam acara ABC The View. Trump Jr menyebut itu hanyalah unggahan warga sipil di media sosial. Namun, pembawa acara menegaskan bahwa anak presiden bukanlah sekadar warga sipil.
"Saya jamin Partai Republik pasti ingin membuat laporan pengadu jika Demokrat memimpin pada masa depan. Tapi, mungkin tak ada aduan tersebut karena serangan yang mereka kepada sistem whistle-blower saat ini," ujar Mark Zaid, kuasa hukum pengadu.(bil/c14/sof/jpg)