NEW YORK (RP) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan untuk mengangkat Palestina sebagai negara pemantau (non-member state) organisasi internasional tersebut. Namun, tidak lama setelah keputusan disahkan, kritik pun berdatangan.
Adalah Amerika Serikat dan Israel, dua negara yang paling pertama menyayangkan keputusan Sidang Majelis Umum PBB tersebut.
"Keputusan besar hari ini akan segera memudar besok dan warga Palestina akan terbangun dengan kenyataan bahwa mereka tidak ada yang berubah dengan hidup mereka selain semakin menipisnya peluang untuk perdamaian," ujar Duta PBB Amerika Serikat, Susan Rice seperti dikutip AP, Jumat (30/11).
Rice menilai keputusan ini sebagai suatu kesalahan dan merupakan langkah kontraproduktif menuju perdamaian.
Reaksi yang lebih keras datang dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Pria yang akrab disapa Bibi itu menuduh Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah melancarkan "propaganda kebohongan" terhadap Israel dengan pidatonya di hadapan sidang umum PBB. Ia juga menyebut pidato Abbas "melecehkan dan beracun".
"Resolusi ini tidak akan merubah apapun di lapangan. Ini tidak akan mendekatkan pada berdirinya negara Palestina, justru sebaliknya akan semakin menjauhkan," tambah Bibi.
Sekedar diketahui, keputusan untuk mengangkat status Palestina diambil melalui mekanisme voting. Hasil voting, sebanyak 138 negara mendukung, 9 negara menolak dan 41 negara mengambil posisi abstain.
Beberapa negara yang merupakan sekutu tradisional Amerika Serikat termasuk diantara yang mendukung resolusi tersebut. Antara lain Perancis, Italia dan Spanyol. Jepang dan Selandia Baru juga memberikan dukungannya.
Inggris dan Jerman memilih untuk abstain. Sementara Republik Ceko, Canada, dan Panama, Pulau Marshall, Micronesia, Nauru, Palau dan Panama bersama AS dan Israel menjadi pihak yang menolak. (dil/jpnn)