NATO AJAK RUSIA AKHIRI KETEGANGAN

AS-Denmark Kirim Jet Tempur ke Baltik

Internasional | Jumat, 28 Januari 2022 - 19:04 WIB

AS-Denmark Kirim Jet Tempur ke Baltik
Jet tempur F-15E Strike Eagle Angkatan Udara AS (USAF). (AFP)

BAGIKAN



BACA JUGA


JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pertahanan di wilayah Eropa Timur sudah diperkuat. Tujuannya, mengantisipasi ketegangan Rusia-Ukrainia. Pada Rabu (26/1), enam jet tempur F-15E milik Amerika Serikat sudah tiba di pangkalan udara Amari, Estonia, untuk memperkuat pertahanan pasukan NATO. Empat jet tempur milik Denmark juga tiba di Lithuania, Kamis (27/1).

"Pesawat tambahan akan bekerja sama dengan detasemen yang ada saat ini guna meningkatkan kesiapan kami," ujar Kepala Staf di Markas Komando Udara Sekutu di Jerman Mayjen Joerg Lebert seperti yang dikutip Agence France-Presse.


Dia menuturkan, langkah itu bakal meningkatkan solidaritas yang kuat di seluruh aliansi NATO. Pesawat milik AS dan Denmark tersebut akan menjalani latihan tempur bersama. Itulah permintaan khusus dari Perdana Menteri (PM) Estonia Kaja Kallas. Yaitu, kehadiran AS di negara-negara Baltik ditingkatkan untuk menghalau Rusia.

Setelah Rusia mencaplok Krimea pada 2014, NATO membentuk kepolisian udara di Baltik yang meliputi Estonia, Lithuania, dan Latvia. Mereka juga menempatkan pasukan tempur multinasional di tiga negara Baltik dan Polandia. Empat negara tersebut adalah bekas pecahan Uni Soviet. Namun, mereka menjadi anggota NATO dan UE.

Bergabungnya negara-negara bekas pecahan Uni Soviet ke NATO itu membuat Rusia tidak terima. Ukraina yang dulu merupakan blok Soviet kini juga tengah mengajukan diri menjadi anggota. Rusia ingin garansi keamanan. Yakni, NATO menghentikan ekspansi ke timur dengan menerima negara-negara bekas Uni Soviet.

Keberatan itu kemarin dijawab secara tertulis oleh AS maupun NATO. Duta Besar AS untuk Rusia John Sullivan sudah mengirimkan surat ke Kremlin. Menurut Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, surat tersebut menawarkan jalur diplomatik ke Rusia untuk mengakhiri kebuntuan.

Isi surat itu mencakup kekhawatiran AS dan sekutunya tentang tindakan Rusia yang merusak keamanan, kekhawatiran yang telah diajukan Rusia, dan usulan Washington terkait dengan hal-hal yang bisa mereka sepakati bersama.

"Tanggapan AS memperjelas prinsip utama kami, termasuk terkait dengan kedaulatan Ukraina dan haknya untuk memilih menjadi bagian dari aliansi keamanan seperti NATO," tegas Blinken seperti yang dikutip BBC.

Dengan kata lain, AS menolak permintaan Rusia. Namun, pintu aliansi NATO tetap terbuka lebar.

Blinken menegaskan, keseriusan AS dalam hal diplomasi tidak perlu diragukan. Namun, pada saat bersamaan, mereka berjaga dengan memperkuat pertahanan Ukraina agar bisa cepat tanggap jika agresi Rusia berlanjut. Kini keputusan berada di tangan Moskow. Apakah ingin melanjutkan lewat jalur diplomasi atau adu kekuatan dengan melakukan agresi militer.

Sekjen NATO Jens Stoltenberg mengirimkan surat terpisah. Senada dengan AS, NATO menyerukan untuk meredakan ketegangan dan memilih jalur diplomasi. AS dan NATO mengadakan serangkaian pembicaraan dengan para pejabat Rusia selama beberapa pekan terakhir. Namun, negosiasi sejauh ini gagal untuk mengakhiri krisis. Bukannya mereda, ketegangan justru meningkat.

"Kami melihat ada tambahan pasukan bukan hanya di dalam dan sekitar Ukraina, tapi juga di Belarus. Di sana Rusia sedang mengerahkan ribuan pasukan, ratusan pesawat, sistem pertahanan misil S-400, dan senjata canggih lainnya," papar Stoltenberg.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko menyatakan, pihaknya akan mempelajari lebih dulu tawaran diplomasi NATO.

Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengecam ancaman sanksi yang dilontarkan AS dan sekutunya. Dia menjelaskan bahwa para pemimpin Rusia dilarang memiliki aset di luar negeri. Dengan begitu, mereka tidak akan terdampak oleh sanksi dari negara lain.

Terpisah, Rusia, Ukraina, Jerman, dan Prancis telah sepakat menjaga gencatan senjata di wilayah timur Ukraina. Kesepakatan itu dibuat lewat serangkaian dialog yang berlangsung di Paris. Negosiasi ini adalah bagian dari pembicaraan Normandy yang bertujuan mengakhiri kerusuhan di wilayah tersebut.

Para pemberontak Ukraina yang pro-Rusia saat ini memang menguasai sebagian wilayah timur. Terutama di Donetsk. Mereka ingin memisahkan diri dari Ukraina. Negosiasi selanjutnya diadakan dua pekan lagi di Berlin.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook