Bentrok Antar Etnis Di Myanmar Meluas

Internasional | Kamis, 25 Oktober 2012 - 07:38 WIB

NAYPYIDAW (RP) – Konflik komunal atau sektarian di Negara Bagian Rakhine, barat daya Myanmar, belum reda. Bahkan, bentrok yang melibatkan etnis Muslim Rohingya dan etnis Rakhine yang beragama Buddha itu meluas.

Menyusul kekacauan di Distrik Minbyar dan Distrik Mrauk-U, pecah bentrok baru di dua wilayah berbeda pada Selasa malam (23/10). Di sisi lain, ratusan mahasiswa Buddha melakukan unjuk rasa di Kota Naypyidaw, ibu kota Myanmar, Rabu (24/10).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

’’Konflik antara etnis Muslim Rohingya dan Buddha Rakhine meluas ke Kyaukphyu dan Myebon,’’ kata Myo Thant, jubir pemerintah Rakhine.

Dia pun menyatakan kerusuhan kali ini sebagai insiden antaretnis terburuk di Myanmar sejak pecah aksi sektarian di wilayah yang sama pada Juni lalu. Selain menewaskan sedikitnya tiga orang, bentrok baru itu juga menyebabkan tidak kurang dari 1.000 rumah ludes terbakar.

Awalnya, ungkap Thant, bentrok antaretnis itu terjadi di Distrik Minbyar dan Distrik Mrauk-U yang terletak di utara Kota Sittwe, ibu kota Rakhine. Tapi, Selasa malam lalu, kekerasan merembet ke Kyaukphyu dan Myebon yang masing-masing berada di sebelah selatan dan timur ibu kota. ’’Aksi saling serang di antara dua etnis itu masih berlanjut sampai hari ini (kemarin, Red),’’ tuturnya.

Karena kedua belah pihak melakukan aksi bakar rumah, Thant mengatakan bahwa pemadaman api menjadi prioritas utama pemerintah setempat. ’’Kami berusaha keras untuk menjinakkan api dan mengendalikan situasi keamanan,’’ terangnya. Belum jelas apakah ada korban jiwa dalam bentrok di Kyaukphyu dan Myebon. Thant pun mengaku belum mendapatkan informasi detail.

Hingga kemarin, Rakhine masih terasa mencekam dan diselimuti ketegangan. Pemerintah mengerahkan sejumlah besar petugas keamanan untuk berjaga di titik-titik rawan. Bahkan, mereka juga menetapkan jam malam di sebagian besar wilayah Rakhine. Untuk sementara, puluhan ribu etnis Muslim Rohingya terpaksa bertahan di tenda-tenda dan tempat penampungan di pinggiran Sittwe.

Sementara itu, ratusan mahasiswa Buddha menggelar aksi protes di Sittwe. Sekitar 800 mahasiswa terlibat dalam demo anti-Rohingya tersebut. ’’Kami menolak menuntut ilmu bersama-sama dengan teroris Bengali (sebutan warga Myanmar untuk etnis Muslim Rohingya),’’ ucap Wai Yan, salah seorang pemimpin aksi unjuk rasa kemarin.

Yan juga menuntut pemerintah merelokasi asrama etnis Muslim Rohingya di kompleks universitas. Sejauh ini, pemerintah Myanmar memang tidak mengakui status etnis Rohingya sebagai warga negara. Padahal, mereka sudah menetap di Myanmar selama beberapa dekade. Kebijakan tersebut membuat PBB menyebut etnis Muslim Rohingya sebagai kelompok minoritas yang paling teraniaya di muka bumi. (AP/AFP/hep/dwi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook