Pemilihan Umum Thailand Terancam Batal

Internasional | Selasa, 24 Desember 2013 - 07:26 WIB

BANGKOK (RP) - Demonstran anti pemerintah Thailand memblokade stadion yang digunakan para calon anggota parlemen untuk mendaftarkan diri sebagai peserta pemilihan umum (pemilu) Februari tahun depan.

Aksi tersebut merupakan bentuk sikap mereka memboikot penyelenggaraan pesta demokrasi yang diusulkan pemerintah demi mereduksi perlawanan demonstran oposisi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra, yang populer di kalangan masyarakat pedesaan namun dibenci kelompok kelas menengah dan elite berpendidikan di ibu kota, menentukan pemilu pada 2 Februari mendatang.

Namun, Partai Demokrat sebagai oposisi menegaskan perlunya reformasi politik sebelum pemilu dilaksanakan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Thailand menyatakan, Caleg asal Partai Pheu Thai pimpinan Yingluck dan delapan partai lainnya telah mendaftar dengan cara menyelinap ke dalam stadion pada dini hari kemarin.

Namun, diperkirakan langkah mereka tidak akan mudah karena demonstran berkemah di kawasan itu sejak Ahad (22/12) malam.

‘’Kami khawatir demonstran menutup akses seluruh pintu masuk stadion. Jadi, kami masuk ke sana pukul 04.00 subuh saat mereka tertidur,’’ ungkap Prompong Nopparit, juru bicara partai berkuasa, Pheu Thai.  

‘’Apa pun yang terjadi, Pemilu akan tetap berjalan sesuai rencana,’’ tegasnya.

Selain itu, lebih dari 20-an partai lainnya telah mendaftarkan diri di kantor polisi di dekat stadion. Mereka melapor karena tidak bisa masuk ke pintu utama stadion lantaran diblokade.

Ratusan demonstran juga berupaya mengepung kantor polisi tersebut. Mereka kemudian menghalangi perwakilan partai-partai yang akan meninggalkan tempat itu.

Demonstran yang mayoritas penduduk ibu kota tersebut menegaskan, Yingluck perlu dilengserkan untuk membersihkan korupsi dan politik uang.

Mereka melihat sosok perdana menteri perempuan pertama Thailand tersebut hanyalah boneka kakaknya, Thaksin Shinawatra, yang dikudeta militer pada 2006.

Yingluck telah membubarkan parlemen pada 9 Desember lalu sebagai langkah awal menjelang pemilu Februari mendatang. Keputusan itu diambil setelah sekitar 150 ribu demonstran turun ke jalan menuntut pemerintah mundur.

‘’Kalau kami tidak berpegang pada sistem demokratis, lalu kita harus berpegang pada apa lagi?’’ kata Yingluck. ‘’Jika Anda tidak menerima pemerintah ini, mohon terimalah sistem demokrasi ini,’’ ujar perempuan 46 tahun tersebut.

Partai Pheu Thai memenangi pemilu terakhir pada 2011 dan meraih mayoritas kursi di parlemen. Meski demikian, demonstran menganggap Thaksin-lah yang mengontrol pemerintahan.

Pemerintah menyatakan, boikot kelompok oposisi tersebut menunjukkan bahwa mereka takut kalah dalam pemilu.

Sebab, Thaksin dan koalisi selalu menang dalam pemilu nasional sejak 2001. (CNN/AP/cak/c5/dos/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook