KAIRO (RP) - Keberadaan mantan Presiden Muhammad Mursi yang misterius masih terus memicu protes di Mesir.
Selasa (23/7) bentrokan antara kubu pendukung pemerintahan interim dan Ikhwanul Muslimin kembali pecah di kota-kota besar Negeri Piramida itu. Sekitar sepuluh orang tewas dalam serangkaian bentrokan sejak dini hari.
Enam orang tewas setelah unjuk rasa damai di Cairo University berujung rusuh kemarin pagi. Sebelum fajar menyingsing, kubu promiliter tiba-tiba menyerang para pendukung Mursi yang menduduki kampus di kawasan Giza tersebut.
Selain merenggut enam nyawa, bentrokan dua kubu itu mengakibatkan sedikitnya 80 orang lain terluka.
Sebelum menduduki gedung utama Cairo University, para pendukung Mursi melakukan aksi long march.
Pagi buta kemarin mereka berjalan menuju Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di ibu kota. Aksi tersebut memicu bentrokan dengan massa pro pemerintahan interim di Tahrir Square.
”Satu orang tewas dalam bentrok yang melibatkan senjata itu,” kata Khaled El Khateeb dari Kementerian Kesehatan.
Bersamaan dengan pecahnya bentrokan di dekat Tahrir Square itu, adu fisik antara kubu pro-Mursi dan promiliter juga terjadi di kawasan Qalyub, sebelah utara Kairo.
Tiga nyawa melayang dalam bentrokan yang juga berawal dari aksi protes tersebut. Tapi, salah satu di antaranya tewas karena tertabrak kereta api saat berusaha melarikan diri dari konflik.
Hingga kemarin, tuntutan kubu Ikhwanul Muslimin tetap sama. Yakni, pemerintahan interim yang diprakarsai militer mengembalikan Mursi ke jabatannya sebagai presiden.
Selain itu, politisi Ikhwanul Muslimin tetap menolak bergabung dengan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Hazem El Beblawi dan Presiden Adly Mahmoud Mansour.
Senin (22/7) malam lalu, sebelum unjuk rasa anti pemerintah marak di ibu kota, Mansour kembali berpidato tentang pentingnya persatuan bangsa.
”Kita akan membuka lembaran baru dalam sejarah bangsa ini yang jauh dari perpecahan, kebencian, dan konfrontasi,” ujar pemimpin 67 tahun tersebut dalam pidato yang disiarkan langsung oleh stasiun-stasiun televisi Mesir.
Namun, keberadaan Mursi yang tidak jelas membuat kubu Ikhwanul Muslimin berang. Sejak terguling pada 3 Juli lalu, presiden pertama Mesir yang terpilih dalam pemilihan langsung itu tidak pernah terlihat lagi.
Hanya beberapa jam setelah dilengserkan dari kursi presiden, Mursi langsung dibawa ke markas militer. Saat ini, kabarnya, dia berada di salah satu gedung milik Kementerian Pertahanan.
Selain Ikhwanul Muslimin, sebenarnya desakan agar militer membebaskan Mursi juga datang dari AS dan negara-negara Eropa sekutunya.
Kemarin Jerman bersama Uni Eropa (UE) dan PBB kembali menegaskan tuntutan mereka. Tapi, pemerintahan Beblawi menegaskan bahwa Mursi berada di lokasi yang aman. ”Ini (penahanan Mursi, red) juga kami lakukan demi kebaikan dia sendiri,” tegas jubir pemerintah.
Senin lalu putri Mursi, Shaimaa, menyatakan bahwa keluarga besarnya bakal menggugat Jenderal Abdel Fattah El Sisi karena telah menculik sang ayah.
”Kami akan menggugat Abdel Fattah El Sisi secara hukum dalam negeri dan internasional,” kata Shaimaa dalam wawancara dengan media. Dalam pernyataan resminya itu, dia juga menyebut panglima tertinggi Angkatan Darat (AD) tersebut sebagai pemimpin kudeta berdarah.
Anak Mursi yang lain juga angkat bicara. Senin lalu Osama, anak Mursi, mengatakan bahwa sejak 3 Juli lalu tidak seorang pun di antara mereka pernah berkomunikasi dengan sang ayah.
”Kami tidak pernah mendengar kabar dari ayah sejak terjadi kudeta sore itu (3/7),” ungkapnya. Karena itu, keluarga Mursi menuding militer menculik politikus berkacamata tersebut.(hep/c11/dos/jpnn/fia)