Dua Kota di Malaysia Darurat Asap

Internasional | Senin, 24 Juni 2013 - 01:26 WIB

KUALA LUMPUR (RP) - Asap hasil pembakaran lahan di Riau tidak hanya "menyerang" Singapura. Tiupan angin membuat asap terbang semakin jauh dan menjangkau wilayah Malaysia. Minggu (23/6) pemerintah negeri jiran itu mengumumkan dua kota di wilayah Johor yang dalam kondisi darurat karena asap, yakni Muar dan Ledang.

Seperti dirilis BBC, indeks pencemaran udara di dua kota tersebut menembus angka 700. Hal itu jauh di atas ambang batas. Kondisi udara dinyatakan baik saat berada pada level 0-50. Kondisi pada level 51-100 disebut sedang, 101-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat, dan 300 ke atas dinyatakan berbahaya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

 

Pemerintah setempat mengambil langkah sigap. Sekolah-sekolah di Muar dan Ledang ditutup. Pihak berwenang membagikan masker kepada warga. Serangan asap itu disebut sebagai yang paling parah dalam delapan tahun terakhir. Inilah kali pertama pemerintah Malaysia mengumumkan kondisi darurat.

 

"Status darurat ini tidak sampai pada pemberlakuan jam malam. Juga tidak ada perubahan pelayanan di tingkat negara bagian maupun pemerintah federal," kata Perdana Menteri (PM) Malaysia Datuk Seri Najib Tun Rajak seperti dilansir kantor berita Bernama.

 

Meski belum begitu parah, asap juga mulai mengganggu aktivitas warga di Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia. "Saat bangun di pagi hari, Anda bisa mencium bau seperti kayu terbakar. Suasana di sekitar kita menjadi penuh asap. Jika Anda keluar rumah, akan tercium bau seperti daging bakar," ujar Raj Ahmed, warga Kuala Lumpur, kepada BBC.

 

Sementara itu, hasil investigasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) soal perusahaan pembakar lahan langsung direspons jajaran kepolisian. Polda Riau mulai menyelidiki unsur pidana yang dilakukan dua di antara delapan perusahaan yang disebut KLH membuka lahan dengan cara membakar hutan. Dua perusahaan tersebut adalah PT Lagam Inti Hibrida di Pelalawan dan PT Bumi Reksa Sejati di Indragiri Hilir.

 

Tim investigasi KLH mendapati kebakaran lahan terjadi di area konsesi dua perusahaan itu. Saat ini proses penyelidikan masih masuk tahap pengecekan dan verifikasi. Perusahaan yang disebut KLH adalah PT TMP, PT ULD, PT LIH, PT BRS, PT MAL, PT AP, PT JJP, dan PT MGI. Seluruhnya diinvestori warga Malaysia.

 

Mengacu UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jajaran direksi perusahaan tersebut bisa dipidanakan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. Perusahaan itu juga wajib membayar ganti rugi sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.

 

Kadivhumas Mabes Polri Brigjen Ronny F. Sompie mengatakan, penyidikan unsur pidana kasus perusakan ataupun pembakaran hutan memerlukan waktu lama. Dia menyarankan agar penyidik Kementerian Kehutanan maupun KLH juga aktif bergerak untuk memberikan sanksi administratif.

 

"Prosesnya (sanksi administratif) lebih mudah," ujar mantan Kapolwiltabes Surabaya itu. Dengan bukti yang cukup jelas, pemerintah bisa mencabut izin usaha perusahaan yang membakar hutan. Setelah perusahaan ditutup, polisi tinggal menjerat oknum yang membakar ataupun yang menyuruh membakar lahan.

 

Cara itu dinilai lebih efektif mengingat UU Kehutanan hanya mengatur sanksi pidana bagi oknum pembakar dan para direksi perusahaan. Perusahaan selaku korporasi hanya dikenai denda sesuai dengan dampak yang ditimbulkan. "Seharusnya instansi terkait, dalam hal ini pemberi izin, melakukan tindakan tegas. Misalnya mencabut izin perusahaan itu," tutur Ronny.

 

Sejauh ini belum ada respons dari pihak Malaysia. Aminuddin, salah seorang atase di KBRI Kuala Lumpur, mengatakan, ada kabar bahwa otoritas Malaysia bakal menyampaikan pernyataan terkait dengan asap. "Kantor Perdana Menteri Malaysia akan membuat kenyataan (baca: pernyataan) pers besok," ujarnya kepada koran ini tadi malam. (byu/mia/c9/ca)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook