KUALA LUMPUR (RIAUPOS.CO) - Setelah sebelumnya, ketika awal memulai pemerintahan menggantikan Perdana Menteri Malaysia sebelumnya, yang mengecam proyek-proyek negara Cina di Malaysia, kini Mahathir Mohamad luluh.
Perdana Menteri Malaysia berusia 93 tahun itu kini mengeluarkan kebijakan baru di proyek tersebut setelah Cina berhasil mengadakan lobi.
Sebelumnya Mahathir menyebut proyek infrastruktur dari rezim Xi Jinping sebagai petaka yang diwariskan oleh rivalnya, Najib Razak. Setelah hampir satu tahun proyek-proyek tersebut di ambang terbengkalai, Cina berhasil merayu Malaysia.
Dalam satu pekan, Pemerintah Malaysia mengeluarkan dua pengumuman penting soal kebijakan infrastruktur nasional. Keduanya terkait dengan proyek yang dijalankan bersama dengan Pemerintah Cina. Memberikan kejutan kepada dunia internasional.
Bagaimana tidak, beberapa bulan lalu Malaysia menjadi salah satu tokoh utama dalam perlawanan proyek Belt and Road Initiative oleh Pemerintah Cina. Sikap Malaysia yang menolak keras kelanjutan proyek investasi itu sering digunakan sebagai bahan propaganda AS.
Cina dianggap berusaha melakukan penjajahan melalui utang. Namun Mahathir mulai luluh oleh rayuan maut Tiongkok bulan ini. Selentingan kesepakatan terkait dengan proyek East Coast Rail Link (ECRL) muncul ke permukaan.
’’Kita harus mencari kesepakatan yang masuk akal di mana kebutuhan rakyat Malaysia terpenuhi,’’ ujar Mahathir seperti dilansir Agence France-Presse.
Pembangunan jaringan sepanjang pesisir timur itu merupakan salah satu megaproyek yang dikerjakan oleh China Communications Construction Company Ltd (CCCC) sejak 2017. Namun, proyek tersebut ditunda pada Juli 2018 atas instruksi Mahathir. Ketua Pakatan Harapan itu tak mau terjebak cicilan utang proyek yang membebani keuangan negara.
Sejak keputusan tersebut, PemerintahCina maupun CCCC terus merundingkan kesepakatan baru dengan Malaysia. Kedua pihak akhirnya menandatangani perjanjian tambahan pada 12 April lalu. Versi pemerintah Malaysia, penyesuaian kontrak itu memuaskan.
’’Pilihannya, melanjutkan dengan negosiasi atau membayar denda 21,7 miliar ringgit (Rp73 triliun, Red) tanpa mendapat apa-apa,” tutur Mahathir.
Penyesuaian itu memang mengurangi beban Malaysia. Ongkos pembangunan per kilometer didiskon dari MYR 98 juta (Rp333 miliar) menjadi MYR 68 juta (Rp231 miliar). Rute rel kereta api juga dipangkas 40 kilometer. Total panjang rel yang awalnya 688 kilometer menjadi 648 kilometer.
Alhasil, total nilai proyek turun drastis menjadi MYR 44 miliar (Rp 149 triliun). Selisih MYR 21 miliar jika dibandingkan dengan ongkos awal MYR 65,5 miliar (Rp 222 triliun). CCCC pun setuju untuk ikut menanggung risiko bisnis pengelolaan.
’’Proyek itu adalah upaya termahal untuk menyeimbangkan kondisi Barat dan Timur. Sekaligus kesempatan besar bagi penduduk pesisir timur,’’ ujar Tun Daim Zainuddin, kepala utusan negosiasi Malaysia-Tiongkok, seperti dilansir The Star.
Mereka menekankan, kereta di pesisir timur tidak hanya menjadi hiasan. Sebanyak 70 persen dari armada akan diisi kargo barang. Hal itu sesuai dengan misi Malaysia mengembangkan ekonomi kawasan timur.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Fopin A Sinaga