DESAK AUSTRALIA MINTA MAAF

Perseteruan Pakta Aukus, Perancis Dapat Dukungan UE

Internasional | Rabu, 22 September 2021 - 18:30 WIB

Perseteruan Pakta Aukus, Perancis Dapat Dukungan UE
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Uni Eropa meminta Australia meminta maaf kepada Prancis soal pembatalan pembelian kapal selam. (JAWAPOS.COM)

BAGIKAN



BACA JUGA


JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Prancis dalam perseteruan pakta Aukus mendapat dukungan dari Uni Eropa  (UE). Para petinggi blok yang beranggota 27 negara itu ingin Australia meminta maaf atas perlakuan mereka kepada Prancis
 
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menegaskan bahwa perdagangan antara UE dan Australia tidak akan terganggu. Negara yang dipimpin Scott Morrison itu memang berharap bisa menjalin kesepakatan perdagangan bebas dengan UE. Meski begitu, Von der Leyen meminta Australia menjelaskan duduk perkaranya lebih dulu sebelum menjalin hubungan dagang dengan UE.
 
”Salah satu negara anggota kami diperlakukan tidak layak. Jadi, kami ingin tahu apa yang terjadi dan mengapa,” tegasnya seperti dikutip Agence France-Presse.
 
Hal senada diungkapkan Kepala Komite Parlemen Eropa Bidang Perdagangan Internasional Bernd Lange. Dalam wawancara dengan ABC News, Selasa (21/9/2021), dia menegaskan bahwa Prancis telah mengalami situasi yang tidak mengenakkan. Gara-gara kasus Aukus tersebut, kini ada masalah tentang kepercayaan. Itu bisa memicu anggota yang lain untuk meminta jaminan perlindungan.
 
Prancis memang merasa ditusuk dari belakang oleh Australia, negara yang mereka percayai untuk bekerja sama dalam pembuatan kapal selam konvensional. Namun, ternyata selama berbulan-bulan Australia telah menjalin komunikasi dengan Inggris dan Amerika Serikat (AS) hingga lahir kesepakatan Aukus. Sydney pun membatalkan kontrak pembelian kapal selam dari Prancis secara sepihak dan mendadak. Mereka memilih kapal selam nuklir buatan AS yang termasuk dalam pakta Aukus.
 
 
”Saya mengharapkan permintaan maaf, semacam deeskalasi situasi dari pemerintah Australia,” tegas Lange. Hal itu diharapkan bisa memberikan pemahaman yang lebih baik di antara semua pihak.
 
Wakil Presiden Komisi Eropa Josep Borrell bertemu dengan Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne untuk membahas situasi yang memanas saat ini. Dalam pertemuan itu Borrell mempertanyakan kurangnya penjelasan Australia kepada Prancis terkait Aukus. Dia juga merasa kecewa dalam pakta tersebut tidak ada negara UE yang diajak. Per 1 Januari tahun ini Inggris sudah keluar dari UE alias Brexit.
 
Para pemimpin UE bakal bertemu di New York dalam Sidang Umum PBB (UNGA). Presiden Prancis Emmanuel Macron jauh hari sebelum pengumuman Aukus sudah menyatakan tidak hadir di UNGA. Presiden AS Joe Biden ingin meredam situasi. Dia sudah meminta untuk bisa berbicara dengan Macron. Pembicaraan via telepon akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan.
 
Di pihak lain, PM Australia Morrison kini ada di New York dan bakal bertemu langsung dengan Biden. Morrison menegaskan bahwa untuk saat ini tidak ada kesempatan berbicara langsung dengan Macron. 
 
”Saya yakin kesempatan itu akan datang di saat yang tepat. Saat ini saya memahami rasa kecewanya (Prancis),” ucap Morrison. Prancis telah memanggil pulang duta besarnya untuk Australia guna membahas masalah Aukus. Morrison memastikan bakal sabar menunggu.
 
Di sisi lain, tanggapan positif adanya Aukus justru datang dari Filipina. Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr menegaskan bahwa negara-negara anggota ASEAN tidak memiliki kemampuan militer mumpuni yang dapat digunakan untuk menjaga perdamaian dan keamanan di Asia Tenggara. Termasuk mencegah timbulnya krisis secara tiba-tiba.
 
”Diplomasi preventif dan supremasi hukum tidak berdiri sendiri dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan,” tuturnya.
 
Negara-negara ASEAN juga merasa waswas dengan dominasi Cina di Laut China Selatan. Kekuatan militer Cina yang besar membuat mereka tidak berdaya. Filipina dan beberapa negara lainnya bahkan tidak bisa berbuat apa pun ketika Cina mengklaim sepihak Kepulauan Spratly dan Paracel. Cina membangun pangkalan militer di atasnya. Kapal selam bertenaga nuklir yang nanti dimiliki Australia setidaknya diyakini bakal membantu menghalau terjadinya kejadian serupa.
 
Sumber: Jawapos.com
 
Editor : Erwan Sani
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook