JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Situasi yang memanas di Laut China Selatan membuat TNI menyiagakan tujuh kapal perang dan pesawat. Keseluruhan alat tempur Indonesia yang disiagakan itu untuk memberikan deterrence effect kepada negara-negara yang bersengketa di wilayah itu.
"Kita siagakan tiga KRI dan Pesut Patmar (pesawat udara patroli maritim red.)," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Muda (Laksma) Muhammad Zainuddin kepada Jawa Pos Selasa (20/10/2015).
Ketiga KRI tersebut sudah berada Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut IV (Lantamal IV) Tanjung Pinang, yang merupakan Lantamal terdekat yang dimiliki Komando Armada Indonesia Kawasan Barat (Koarmabar). Namun, Zainuddin tidak bisa menyebutkan nama ketiga KRI tambahan tersebut.
Dengan penambahan tiga KRI tersebut, sudah tujuh kapal perang yang disiagakan untuk memberikan deterence effect di kawasan tersebut. Sebelumnya, sudah ada empat KRI yang disiagakan. Selain itu, lanjut Zainuddin, intensitas patroli udara di kawasan juga akan ditingkatkan.
Untuk diketahui, ketegangan di Laut China Selatan belakangan memanas seiring pembangunan tujuh pulau reklamasi yang dilakukan Cina di Kepulauan Spartly. Serta pembangunan landasan udara dan fasilitas militer di Karang Fiery Cross. Kedua tempat tersebut merupakan kawasan yang menjadi sengketa Cina dengan beberapa negara ASEAN dalam beberapa tahun terakhir.
Belakangan Indonesia juga masuk dalam pusaran konflik Laut China Selatan setelah pemerintah Cina mamasukkan sebagian wilayah Natuna ke peta wilayahnya. Meski belum berpengaruh terhadap hubungan Jakarta-Beijing, sikap keras diperlihatkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam beberapa kesempatan.
Terakhir, Gatot menolak ajakan Menteri Pertahanan Tiongkok Chang Wanquan untuk menggelar latihan bersama di Laut China Selatan. Gatot beralasan, semua negara harus menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas militer di kawasan tersebut.
Sementara itu, mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (pur) Marsetio mengatakan, penguatan keamanan di kawasan Laut China Selatan sebagai hal yang mutlak dilakukan. "Di situ terdapat sumber energi yang besar," ujarnya di Kantor Lemhannas, Jakarta.
Sebab, lanjutnya, persoalan energi akan menjadi sumber utama pertikaian antar bangsa di masa mendatang. Sebagai kawasan penyimpan energi, Laut China Selatan menjadi daerah yang rawan. "Perang tidak di Eropa lagi, tapi di kawasan yang menyimpan energi," ujarnya.(far/agm)
Laporan: JPG
Editor: Fopin A Sinaga