KUALA LUMPUR (RIAUPOS.C0) - Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah telah menunjuk Ismail Sabri Yakoob sebagai perdana menteri (PM) yang baru. Itu artinya dalam tiga tahun terakhir, kursi perdana menteri di Malaysia dijabat oleh tiga orang. Ismail Sabri menjadi perdana menteri ketiga Malaysia dalam kurun tiga tahun.
Ismail Sabri akan dilantik pada Sabtu (21/8) setelah menerima dukungan dari 114 anggota parlemen. Istana mengonfirmasi hal itu. Suara itu melebihi dari 111 yang dibutuhkan untuk suara mayoritas. Sebelumnya, Muhyiddin Yassin mengundurkan diri pada Senin (16/8) setelah baru 17 bulan berkuasa. Muhyiddin telah kehilangan dukungan mayoritas di parlemen karena pertikaian dalam koalisi politik yang berkuasa.
Penunjukan Ismail Sabri, yang merupakan wakil perdana menteri di bawah Muhyiddin dan merangkap sebagai menteri pertahanan, bertujuan untuk menjaga koalisi yang berkuasa tetap utuh. Ismail Sabri merupakan Wakil Presiden UMNO. Hal ini sekaligus memberi tanda kembalinya UMNO ke tampuk kekuasaan politik Malaysia.
UMNO adalah partai dominan dalam koalisi yang memerintah Malaysia selama lebih dari 60 tahun. Tapi, kehilangan kekuasaan dalam pemilihan umum 2018 karena skandal keuangan yang melibatkan dana negara 1MDB. Partai tersebut kembali berkuasa pada 2020 setelah pengunduran diri mendadak Perdana Menteri Mahathir Mohamad, yang memungkinkan Muhyiddin untuk membentuk koalisi yang berkuasa saat ini. Muhyiddin mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa anggota parlemen dalam koalisi yang bukan dari UMNO akan mendukung Ismail sebagai perdana menteri baru.
Beberapa anggota parlemen UMNO, termasuk Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi dan mantan Perdana Menteri Najib Razak, saat ini menghadapi tuduhan korupsi.
Baik Zahid dan Najib telah membantah melakukan kesalahan. Sementara itu, analis politik mengatakan Ismail Sabri akan menjadi pilihan yang buruk karena sebelumnya merupakan wakil Muhyiddin.
Dia serta Muhyiddin dikritik karena dianggap salah dalam menangani wabah Covid-19. Penunjukan Ismail Sabri dinilai tidak akan mengakhiri ketidakpastian politik yang dihadapi Malaysia sejak Pemilu 2018.
"Situasi politik di Malaysia adalah resep untuk ketidakstabilan," kata kepala praktik untuk Asia Tenggara dan Asia Selatan pada konsultan risiko Eurasia Group Peter Mumford, mengatakan kepada CNBC.
Malaysia memiliki banyak partai politik dan tidak ada yang memegang lebih dari 20 persen kursi parlemen. Menurutnya salah satu jalan keluar utama dari kekacauan politik saat ini adalah digelarnya pemilihan umum.(jpg)