KAIRO (RP) - Mesir kembali membara. Kamis (19/9), pasukan pemerintah menyerbu Kota Kerdassah di Provinsi Giza. Selama ini, kota di dataran tinggi Giza itu menjadi salah satu basis para pendukung mantan Presiden Muhammad Mursi. Satu orang tewas dalam aksi militer yang merupakan bagian dari operasi antiteror tersebut.
‘’Kepala Kepolisian Giza, Jenderal Nabil Farag, tewas dalam bentrok antara aparat dan kelompok pro-Mursi tersebut, sedangkan 48 yang lain tertangkap,’’ kata salah seorang petugas.
Dalam operasi antiteror paling baru itu, militer dan kepolisian juga mengerahkan helikopter dan kendaraan lapis baja. Kendaraan-kendaraan perang tersebut sengaja mereka parkir di sekeliling Kerdassah.
‘’Kami juga menerjunkan unit khusus kepolisian untuk menumpas teroris yang bercokol di wilayah tersebut,’’ terang Kementerian Dalam Negeri Mesir dalam pernyataan resminya. Pemerintahan interim Mesir selalu menyebut kelompok oposisi yang bersenjata sebagai teroris. Kemarin, kabarnya, aparat memburu sekitar 140 pendukung Mursi yang masuk daftar buron.
Sebanyak 140 orang itu, kabarnya, terlibat dalam pembantaian di Kerdassah pada 14 Agustus lalu. Ketika itu, tidak kurang dari sebelas polisi tewas dalam baku tembak antara aparat dan massa pro-Mursi. Selama dua bulan terakhir, aparat memang melancarkan razia antiteror untuk memburu para pengikut Mursi. Sejak pengganti Hosni Mubarak itu terguling pada 3 Juli lalu, sekitar seribu militan tewas di tangan aparat.
Jenderal Abdel Fattah El Sisi, pimpinan tertinggi angkatan bersenjata Mesir, bersumpah akan mengakhiri terorisme yang menurut dia dipicu ulah para pendukung Mursi. ‘’Pasukan keamanan berusaha keras menghentikan aksi (para pendukung Mursi, red) di Kerdassah dan tidak akan berhenti sebelum seluruh teroris meninggalkan kawasan tersebut,’’ tegas Jubir Kementerian Dalam Negeri Hani Abdel Latif.
Sebelum menyerbu Kerdassah, pasukan pemerintah sudah lebih dulu melancarkan aksi serupa di Kota Delga, Provinsi Minya. Para pendukung Mursi, kabarnya, lebih dari sebulan menduduki kota di wilayah tengah Mesir tersebut. Dalam kurun waktu itu, tiga gereja dan belasan rumah warga Kristen dibakar serta dua pemeluk Kristen Koptik tewas.
Pemerintah menyalahkan massa pro-Mursi terkait dengan serangkaian insiden pembakaran di Delga. Karena itu, pemerintah interim memerintahkan operasi militer atas Delga. Ahad (15/9) lalu, dengan dukungan helikopter, kendaraan lapis baja, dan senjata canggih, militer menggempur Delga. ‘’Kerdassah dan Delga merupakan bukti paling nyata atas dampak negatif rezim Ikhwanul Muslimin,’’ tegas Abdel Latif.
Setelah serangan atas Delga dan Kerdassah itu, militer mulai melonggarkan beberapa aturan keamanan. Salah satunya adalah mengurangi jam malam yang berlaku sejak pertengahan Agustus lalu. Jika biasanya jam malam berlaku mulai tengah malam sampai pukul 06.00, kini jam malam hanya akan berlaku sampai pukul 05.00. Tapi, pada Jumat, jam malam berlaku mulai pukul 19.00 waktu setempat.
Sementara itu, penduduk Kota Kairo sempat gempar setelah dua benda mencurigakan yang diduga bom di jalur kereta api ditemukan. Akibatnya, beberapa komuter sempat berhenti beroperasi. Belakangan, diketahui bahwa dua benda mencurigakan tersebut bukan bom. ‘’Dua benda itu memang terlihat seperti bom, tapi tidak ada peledak di sana,’’ ujar pejabat Kementerian Dalam Negeri.(hep/c16/dos/jpnn/fia)