Militer Mesir Siap Akhiri Kekuasaan

Internasional | Rabu, 20 Juni 2012 - 08:04 WIB

Militer Mesir Siap Akhiri Kekuasaan
SUJUD SYUKUR: Para pendukung kandidat Ikhwanul Muslimin Muhammad Mursi berdoa dan melakukan sujud syukur di atas bendera nasional, setelah Islamis mengklaim kemenangan dalam pemilihan presiden pertama Mesir, Senin (18/6/2012). foto:afp/patrick baz

KAIRO (RP) - Dewan Tinggi Militer (SCAF), yang saat ini berkuasa di Mesir, berkomitmen untuk menghormati janji mereka guna menyerahkan kekuasaan kepada presiden baru terpilih pada akhir bulan ini.

Komitmen itu disampaikan hanya beberapa jam setelah Ikhwanul Muslimin mengklaim bahwa calon presiden (Capres) mereka, Mohammed Mursi, memenangi pemilu pertama sejak lengsernya rezim Hosni Mubarak 16 bulan lalu.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Menurut Mayor Jenderal (Mayjen) Mohammed al-Assar, anggota senior SCAF, pihaknya akan melakukan transfer atau alih kekuasaan lewat sebuah upacara agung.

Tetapi, dalam pernyataan yang dikutip kantor berita pemerintah Mena, Senin (18/6), dia tak menyebut pasti soal tanggal alih  kekuasaan. Begitu pula dia tidak menyebut bahwa Mursi telah memenangi Pemilu Presiden.

Dia menyatakan bahwa presiden baru akan mempunyai otoritas untuk menunjuk dan membubarkan pemerintahan. ‘’Dewan militer tidak punya niat untuk merebut otoritas presiden (baru yang terpilih, red),’’ tegasnya.

Tetapi, SCAF justru menerbitkan konstitusi sementara beberapa saat setelah pemungutan suara ditutup Ahad malam lalu (17/6). Konstitusi itu memberikan wewenang kepada militer untuk melakukan sweeping dalam rangka menjaga pemerintahan dan berada di bawah kepala negara (presiden).

Meski hasil resmi perhitungan suara pilpres masih belum diumumkan, Ikhwanul Muslimin mengklaim bahwa Mursi meraih hampir 52 persen suara.

Dia mengungguli rivalnya, Ahmad Shafiq, perdana menteri (PM) di era Mubarak, yang diklaim hanya mendapat 48 persen suara. Hasil perhitungan suara itu didasarkan pada informasi pejabat komisi pemilu di setiap tempat pemungutan suara (TPS).

Jika kemenangan Mursi telah dikonfirmasi melalui hasil perhitungan resmi, itu akan menjadi kemenangan pertama kelompok Islami sebagai kepala negara Mesir. Hasil resmi perhitungan suara akan diumumkan Kamis lusa (21/6).

Hasil perhitungan suara tak resmi menunjukkan bahwa kehadiran pemilih hanya sekitar 50 persen. Padahal, seperti pilpres putaran pertama bulan lalu, jumlah pemilih yang sah dan terdaftar sekitar 50 juta jiwa.

Ikhwanul Muslimin mengklaim suara pendukung Mursi mencapai 13,2 juta (51,8 persen). Sedangkan Shafiq mendapatkan 25,5 juta suara (sekitar 48,1 persen).

‘’Data tersebut kami peroleh dari sedikitnya 13.000 TPS yang masing-masing sudah menghitung sekitar 99 persen surat suara,’’ terang jubir Ikhwanul Muslimin.

Namun, klaim Ikhwanul Muslimin itu menuai kritik dari para pendukung Shafiq. Mereka menyebut pengumuman itu sebagai tindakan yang ganjil. ‘’Ini salah satu cara untuk merekayasa hasil perhitungan suara resmi yang belum terbit. Kami menolak klaim itu,’’ tegas Mahmud Baraka, seorang pendukung Shafiq.

Sejumlah stasiun televisi Mesir sebetulnya juga merilis hasil perhitungan suara sementara. Dalam tayangan itu, stasiun-stasiun televisi menyebut bahwa Mursi memimpin perolehan suara.

‘’Saya berjanji akan bekerja sama dengan semua pihak demi masa depan Mesir yang lebih baik. Demi kebebasan, demokrasi, pembangunan dan perdamaian,’’ ujar Mursi saat berpidato di depan pendukungnya di markas Ikhwanul Muslimin kemarin.

Alumnus University of Southern California itu berjanji akan menjauhkan diri dari upaya balas dendam. ‘’Saya akan berusaha membangun negara yang demokratis dan modern demi seluruh lapisan masyarakat Mesir, baik yang muslim maupun kristiani,’’ ungkapnya.

Sementara itu, kebijakan SCAF menerbitkan konstitusi baru yang memberi wewenang untuk melakukan sweeping menuai kritik. ‘’Militer telah melimpahkan kekuasaan pada militer,’’ tulis surat kabar independen Al-Masry al-Youm dalam berita utamanya (headline) edisi kemarin.

Koran independen lain, Al-Shorouk, juga memprotes kebijakan SCAF itu di halaman depan. ‘’Seorang presiden yang tak memiliki kuasa,’’ tulis harian itu soal presiden baru yang terpilih nanti. Sedangkan Gerakan Kaum Muda Revolusi menuding bahwa SCAF sengaja melakukan kudeta dengan sengaja merilis kebijakan militernya usai pilpres. Kini, militer berhak memeriksa semua orang yang mereka curigai dengan alasan keamanan.

‘’Dewan militer, melalui kudeta yang tak konstitusional, memberikan kekuasaan pada diri mereka sendiri. Mereka tak pernah dan tak akan pernah mengakui kekuasaan rakyat yang menentang mereka,’’ ujar Koalisi Kaum Muda Revolusi.(AP/AFP/RTR/hep/dwi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook