HEBRON (RP)- Pembagian air oleh Israel di wilayah Tepi Barat, Palestina, menjadi gambaran betapa ketidakadilan masih menjadi momok di wilayah tersebut.
Bagaimana tidak, warga Palestina harus berhemat karena mendapat pasokan minim, sementara warga Israel mendapat air yang berlimpah.
Diberitakan harian Perancis, Le Monde, pekan lalu, dikutip situs World Crunch, 2,3 juta warga Tepi Barat harus puas dengan dibukanya keran air selama 70 jam setiap 10 hari sekali oleh pemerintah zionis. Mereka harus berduyun-duyun menampung air untuk kebutuhan selama 10 hari.
Bisa dibayangkan, dalam waktu 10 jam, mereka harus memastikan persediaan untuk minum, masak, ternak, dan menyiram tanaman dapat terpenuhi. Jika persediaan kurang, mereka harus rela membeli air dari truk-truk tangki perusahaan Israel dengan harga tinggi.
Untuk setiap kubik meternya, mereka harus membayar sekitar Rp60.000, padahal pemilik truk hanya membeli air tersebut seharga Rp6.000. Pada musim panas, saat air berarti nyawa, keadaan semakin buruk.
‘’Mekorot, perusahaan air Israel, memotong pasokan air dan memberikannya kepada pemukim Yahudi. Ketika kami protes, mereka membantahnya. Air tetap mati selama berhari-hari,’’ kata Youssef Dabassi, Wakil Wali Kota Targumiya, kota berpenduduk 20.000 orang dekat Hebron.
Wali Kota Hebron, Khaled Osaily, mengatakan bahwa setiap warganya hanya mendapatkan 50 liter perhari, sementara setiap pemukim Yahudi mendapatkan lebih dari 400 liter setiap hari.
Masalah ini sempat dibahas di parlemen Perancis. Jean Glavany, salah seorang anggota parlemen mengatakan bahwa Israel menerapkan politik apartheid dalam pembagian air. Dia menjelaskan, sekitar 450.000 warga Israel mendapatkan lebih banyak air daripada jutaan warga Palestina. Ini tidak adil.(int)