Oposisi Thailand Masih Ragu Pemilu

Internasional | Selasa, 17 Desember 2013 - 09:33 WIB

BANGKOK (RP) - Krisis politik Thailand berlanjut. Setelah Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra menjadwalkan Pemilu pada 2 Februari mendatang sebagai salah satu upaya untuk meredam gejolak, oposisi mulai pikir-pikir. Senin (16/12), Partai Demokrat Thailand menggelar pertemuan untuk membahas keterlibatan mereka dalam Pemilu.

Partai terbesar oposisi tersebut tidak yakin Pemilu akan menjadi solusi yang tepat. Karena itu, para politisi senior partai tertua Thailand tersebut mempertimbangkan peran serta mereka dalam Pemilu.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kabarnya, oposisi akan memboikot Pemilu. Atau, oposisi bersedia ikut Pemilu asalkan pemerintahan Yingluck mengabulkan lebih dulu tuntutan mereka dalam unjuk rasa.

‘’Saya sepakat harus ada reformasi. Dan, reformasi itu harus terlaksana sebelum Pemilu digelar,’’ ungkap Korn Chatikavanij, salah seorang politikus kondang oposisi, dalam akun Facebook-nya.

Pria yang pernah menjabat menteri keuangan pada masa pemerintahan Abhisit Vejjajiva itu menganggap reformasi lebih penting ketimbang Pemilu.

Bagi Korn, Pemilu bukanlah sesuatu yang penting. Sebab, sebagai penguasa pemerintah selama bertahun-tahun, dinasti Shinawatra yang dikomandani Thaksin masih punya pengaruh yang sangat kuat. Oposisi pesimistis Pemilu akan membawa perubahan yang signifikan.  

Sebab, Yingluck dan kroninya akan tetap mendapatkan tempat penting dalam pemerintahan, melalui Pemilu.

Beberapa waktu lalu para pengunjuk rasa yang didominasi kalangan elite Bangkok telah menolak Pemilu. Mereka lebih memilih pembentukan dewan rakyat yang bebas dari rezim Shinawatra. Selanjutnya, dewan rakyat itulah yang akan membentuk pemerintahan baru.

Sayangnya, dewan rakyat semacam itu tidak akan memiliki cukup kekuatan politik untuk menggerakkan pemerintahan.

Satu-satunya jalan bagi oposisi untuk bertahan di panggung politik Thailand, sebenarnya, adalah terlibat dalam Pemilu. Sebab, jika oposisi memboikot pemilu 2 Februari nanti, Partai Demokrat jelas kehilangan legitimasi sebagai partai politik.

Akibatnya, oposisi pun tidak akan memiliki wadah lagi untuk memperjuangkan aspirasi mereka secara politik.(hep/c17/dos/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook