JAKARTA (RP) - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh menerima limpahan sekitar 15 ribu paspor TKI yang sengaja dibuang pemiliknya atau dipegang majikan. Paspor-paspor itu diduga merupakan milik TKI ilegal.
Konsuler KBRI di Riyadh Susilo Wahyuntoro menuturkan, 15 ribuan paspor milik TKI tersebut dikumpulkan KBRI selama 2009–2013. Perinciannya, pada 2009 ada 4.468 buku, 2010 (4.311), 2011 (2.004), 2012 (1.877), dan 2013 (2.354). Paspor-paspor itu diserahkan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arab Saudi.
’’Kondisinya macam-macam,’’ kata Susilo kemarin (16/11). Ada paspor yang sengaja dibuang TKI. Ada pula paspor yang dipegang majikan karena pemiliknya sengaja kabur.
Menurut Susilo, keberadaan paspor yang ’’tidak bertuan’’ tersebut merupakan salah satu persoalan klasik TKI di Saudi. Dia mengatakan bahwa sistem perekrutan, pelatihan, dan pemberangkatan TKI ke Saudi dijalankan dengan tidak baik. ’’Akhirnya, terjadi penumpukan masalah,’’ paparnya.
Susilo mengungkapkan, hampir bisa dipastikan seluruh paspor itu adalah milik TKI ilegal. Para TKI resmi atau legal pasti berpikir ribuan kali untuk membuang atau meninggalkan paspornya tersebut.
Paspor-paspor yang dikumpulkan Kemenlu Saudi itu sengaja dibuang karena para TKI ingin mendapatkan surat perjalanan laksana paspor (SPLP). Surat tersebut bisa dipakai untuk mengelabui petugas imigrasi Saudi. Selain itu, bisa digunakan untuk pemulangan kembali ke Indonesia.
Jika tidak memiliki paspor, TKI langsung diserahkan ke wakil Indonesia di Saudi. Menurut Susilo, TKI ilegal masuk ke Saudi melalui modus umrah dan aktivitas ziarah lain, termasuk ibadah haji. Susilo berharap pembekalan calon TKI dilakukan dengan serius. Di antaranya, soal pentingnya menjaga paspor.
Paspor-paspor yang tertumpuk di gudang KBRI di Riyadh itu masih tersimpan dengan baik. Paspor tersebut masih diperlukan untuk TKI yang ingin bekerja lagi pada masa pendataan ulang saat ini. Dia mengatakan, pemerintah Saudi tidak mau menerima permohonan bekerja lagi untuk TKI jika tidak memiliki paspor asli.
Menanggapi persoalan tersebut, aktivis Migrant Care Wahyu Susilo mengungkapkan bahwa tak seharusnya pihak KBRI hanya mengeluh. Menurut dia, dengan adanya kasus itu, KBRI seharusnya dengan segera membuat perjanjian dengan Saudi terkait dengan penyitaan paspor TKI oleh majikan.
Pembuangan tersebut, lanjut dia, terjadi karena TKI mengalami kesulitan jika menggunakan paspor lama untuk kembali pulang atau bahkan bekerja lagi. Pasalnya, jika menggunakan paspor lama, mereka harus mendapatkan izin dari majikan lama mereka. Padahal, mendapatkan izin tersebut tidak mudah.
’’Selama ini berlaku kaffala system. Majikan yang menahan paspor bisa memindahtangankan TKI ke majikan lain. Kalau pulang, harus ada approval majikan,” ujar Wahyu. Hal itu, menurut dia, membuat banyak TKI yang overstay di Saudi.
’’Pemerintah harus segera membuat perjanjian government-to-government mengenai pemegangan paspor para TKI,” tegas Wahyu.
Sebab, masalah tersebut merupakan akar semua kejadian yang menimpa para TKI di sana. Dengan adanya perjanjian itu, paling tidak para TKI bisa sedikit terlindungi, baik dari perbuatan penganiayaan, pembayaran yang tidak sesuai, maupun pemindahan majikan secara sepihak. (wan/mia/c7)