NESTAPA ZHANG ZEFANG, SI PANJANG UMUR ASAL CHONGQING, CINA

Berumur Panjang, Nenek Berharap Bisa Segera Mati

Internasional | Kamis, 17 Oktober 2013 - 01:29 WIB

Berumur Panjang, Nenek Berharap Bisa Segera Mati
Zhang Zefang di tempat tinggalnya yang tak lain garasi milik menantunya. Foto: Japan Times

BEIJING (RP) - Saat dikaruniai umur panjang, Zhang Zefang justru menderita. Perempuan 94 tahun itu terpaksa tinggal di garasi rumah sang menantu di salah satu sudut Desa Fusheng, Distrik Changshou, Provinsi Chongqing. Dalam ruangan yang pengap dan berbau pesing tersebut, ibu empat anak itu bertahan hidup.

''Saya hanya berharap (segera) mati,'' ujar Zhang dalam wawancara dengan Associated Press, Senin (14/10). Perempuan kelahiran 15 Agustus 1919 itu menatap ''kamar tidurnya'' dengan nanar. Hari-harinya dihabiskan di garasi tanpa jendela tersebut. Terutama, setelah dua putra tertua dan anak perempuannya menolak merawat sang ibu. Tidak hanya tidur dan makan, Zhang pun terpaksa buang air kecil di garasi tersebut.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sang menantu, Kuang Shiying, menyediakan sebuah ember di sebelah tempat tidur Zhang di dalam garasi itu. Dengan demi­kian, ibu mertuanya tersebut tidak perlu berjalan jauh jika kebelet pipis. Tetapi, bau pesing pun memenuhi ruangan itu. Aroma tidak sedap tersebut baru berkurang saat pagi. Yakni, saat Kuang datang menjenguk Zhang dan membuka lebar-lebar pintu garasi.

Belakangan, Zhang menjadi buah bibir di distrik yang namanya dalam bahasa Mandarin berarti panjang umur tersebut. Itu terjadi karena perempuan berambut putih itu menggugat empat anaknya dengan tuduhan menelantarkan dia. Berdasar aturan baru yang berlaku di Negeri Panda tersebut, seluruh warga dewasa wajib mendukung orang tua secara moral dan material.

Jika hukum sebelumnya hanya menyebutkan dukungan material, kini pemerintah Cina mewajibkan seluruh warga dewasa agar memberikan dukungan moral kepada orang tua. Yakni, dengan mengunjungi orang tua sekurang-kurangnya sekali dalam sepekan. Aturan baru itulah yang menjadi dasar Zhang untuk menggugat anak-anaknya.

Perempuan yang dua kali menikah tersebut menganggap bahwa Zhou Mingde, Zhou Yinxi, Gangming, dan Zhou Yunhua tidak memedulikannya. Mingde, putra sulung Zhang, mengaku tak mampu merawat sang ibu karena sudah tidak bekerja. Mingde hanya menerima uang pensiun USD 13 (sekitar Rp 142 ribu) dan harus membiayai terapi sang istri yang lumpuh separo setiap bulan.

Yinxi pun enggan merawat Zhang. Pada usianya yang kini 68 tahun, Yinxi mengaku tidak punya uang. Karena itu, dia tidak mau merawat sang ibu. Apalagi, dia belum menerima uang pensiun dari negara, setidaknya sampai dua tahun mendatang. Maka, tersisalah Gangming yang terpaksa merawat Zhang bersama sang istri, Kuang.

Putra bungsu Zhang yang berusia 56 tahun tersebut setengah hati merawat dan membiarkan sang ibu untuk tinggal di garasi rumahnya. Sebagai pensiunan, Gangming pun sebenarnya tidak punya banyak harta. Tiap bulan dia menerima uang pensiun USD 16 (sekitar Rp 175 ribu). Selain itu, dia hanya punya dua ekor babi dan seekor sapi yang dipelihara untuk menopang hidup keluarga.

Pepatah Cina kuno mengajarkan bahwa bakti kepada orang tua merupakan salah satu di antara 100 kebaikan hidup. Namun, seiring berjalannya waktu, publik melupakan pepatah tersebut. Generasi muda mulai melupakan orang tua mereka yang berusia lanjut. Padahal, rendahnya angka pertambahan penduduk membuat sebagian besar masyarakat Cina adalah kalangan lanjut usia. (AP/hep/c15/dos)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook