Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Makkah helfizon@riaupos.co
Kendala yang paling riskan bagi tamu Allah berkunjung ke Tanah Haram adalah soal urusan visa. Keberangkatan haji dan umrah bisa batal gara-gara visa tak keluar. Aturannya mudah berubah begitu saja tanpa sebab.
Untunglah Galang Saudi Tourism jadi bagian dari United Saudi Company (USC). Persoalan visa jadi lebih lancar
Waktu seolah bergerak cepat di Makkah. Lantunan talbiyah belum lagi kering di bibir. Nikmatnya ibadah belum lagi puas direguk, waktunya pulang sudah pula menjelang.
Begitu ustadz Sarman Mirja memberi pengarahan dua hari sebelum keberangkatan pulang, air mata Nek Omas langsung mengucur deras.
Berkali-kali tangannya yang renta bergetar menghapus matanya yang terus berkaca-kaca.
Hal serupa juga terlihat pada jamaah lainnya.
‘’Kok waktu di sini rasanya cepat sekali ya, saya harus mengapusi (mengusap, red) Ka’bah agar hati ini puas,’’ ujarnya usai briefing ustadz Mirja. Tekad Nek Omas mau menembus lautan manusia di sisi Ka’bah bukan perkara mudah. Usianya sudah 80 tahun.
Pipi-pipinya sudah kendor. Gigi-giginya sudah tidak lengkap lagi. Kacamata bertengger di hidungnya. Syal hijau membungkus lehernya dengan aroma minyak angin yang selalu setia. Tekadnya itu jelas perlu dukungan.
Untunglah kawan seperjalanan tak tinggal diam mendengar tekad itu. Lalu disusunlah strategi.
Dengan dibantu Khairudin Siregar yang juga toke sawit dari Tapung bersama dengan Sabri profesional muda dari Perawang, Nek Omas pun dikawal ketat demi menjalankan niat hatinya terdalam mengusap Ka’bah sebagai tanda cinta yang tak terperi kepada Sang Pencipta.
Di dinding Ka’bah yang terjadi bukan cuma Nek Omas yang larut dalam tangis. Kedua pengawalnya juga bercucuran air mata seolah tak rela berpisah dengan rumah Allah yang diagungkan itu.
Sehari sebelum jadwal penerbangan Jeddah-Jakarta tiga bus besar bergerak dari Nawarat Syams Hotel di jalan Ibrahim Khalil Makkah yang padat.
Kami menuju Hudaibiyah sekitar 15 Km dari Makkah untuk mengambil Miqot (niat ihram) melaksanakan umrah yang kesekian kalinya sejak hari pertama di Makkah. Umrah dapat dilakukan berkali-kali selama kita di Tanah Suci dengan mengambil Miqot di luar Tanah Haram.
Menariknya perjalanan itu adalah ketika owner Galang Saudi Tourism yang berdomisili di Hudaibiyah mengundang kami singgah ke rumahnya. Rumahnya tidak jauh dari kawasan jalan tol Hudaibiyah-Makkah.
Berpagar batu tinggi dengan halaman luas dikelilingi pohon akasia yang tertata rapi.
Sebuah taman asri melengkapi rumah dengan arsitek minimalis itu. Tuan rumah Hj Rina Chas SH sang pemilik didampingi suami, Abu Zacky ternyata telah bersiap sedari awal. Mereka menyambut kami dengan salam dan sapaan kekeluargaan yang akrab.
Bagi jamaah asal Duri, Rina dan Abu Zacky tidaklah asing. Mereka pernah bersilaturrahmi langsung dengan jamaah Duri di Hotel Grand Zuri beberapa waktu sebelumnya.
Suasana hangat dan akrab menyambut kami saat menaiki tangga rumahnya secara berombongan. Rina yang akrab disapa Onyai itu asli orang Payakumbuh Sumbar. Sebuah acara khusus disiapkan yakni makan siang bersama dalam satu talam atau dalam istilah dialeg ocu makan bajambau.
‘’Kami menyebutnya nasi mandi,’’ ujar Onyai saat hidangan talam demi talam diedarkan. Semua jamaah duduk lesehan hingga ke dapurnya. Masing-masing talam dihadapi oleh tiga hingga empat orang. Nasi kuning dengan ayam sebagai menu utama tersusun rapi di atas talam.
Tak berapa lama kegaduhan sejak awal perjumpaan berganti senyap saat menyantap hidangan tersebut. Hanya sesekali terdengar celoteh ibu-ibu di dapur sembari makan.
Dari perbincangan dengan Abu Zacky dan Onyai diketahui ternyata kedua suami istri ini memiliki posisi yang strategis di Arab Saudi. Sang suami Abu Zacky asal Surabaya itu saat ini menduduki jabatan manejer Asia Tenggara di The United Saudi Co Ltd.
Sedangkan Rina menjabat sebagai legal officer di perusahaan yang sama.
Adapun Galang Saudi adalah anak perusahaan dari United Saudi Company tersebut. Kepercayaan yang diberikan ke mereka inilah membuat urusan visa yang kerap tak bisa diprediksi itu menjadi lebih aman dan lancar.
Pengurusan visa memang riskan. Apalagi saat ini proyek raksasa perluasan Masjidil Haram sedang berlangsung. Lebih dari 200 hotel besar dekat Masjidil Haram digusur.
Ini jadi masalah besar bagi agen travel haji dan umrah menempatkan jamaahnya. Kadang terpaksa para tamu Allah harus ditempatkan 1 hingga 3 Km dari Masjidil Haram. Syukurlah, lewat Galang Saudi, kami masih dapat hotel yang tak jauh dari Masjidil Haram dan tidak terkena proyek penggusuran itu.
Bukan itu saja. Ketika pemerintah Arab Saudi membangun hotel raksasa yang baru tak jauh dari Masjidil Haram, dampak dari digusurnya ratusan hotel lama yang terkena proyek pelebaran, United Saudi Company sudah mengambil inisiatif mem-booking dua lantai (sekitar 200 kamar) ketika bangunan itu baru dalam tahap awal pengerjaan. Masa waktu bookingan untuk dua tahun ke depan.
Investasinya mencapai 20 persen dari harga kontrak itu sekitar 6 juta real (Rp1,5 miliar dengan kurs Rp2.500). Masa kontrak lima tahun tetapi bayarnya per tahun.
Mantan Bankir
Onyai sebelum terjun habis-habisan mengurusi jamaah ke Tanah Suci, sempat jadi bankir berprestasi di bank swasta nasional di Bekasi di tahun 1991-1993. Hj Rina Chas SH dipromosikan jadi kepala cabang dan ditarik ke Jakarta.
Namun ketika terbentur regulasi internal harus buka jilbab, ia memilih meninggalkan jabatan itu di tahun 1993. Kini ia berkibar dengan bendera Galang Saudi Tourism yang mampu ekspansi ke mancanegara. Bukan itu saja ia dan suami dapat izin domisili di Makkah dan Jeddah.
Melayani jamaah tamu Allah secara langsung baru dilakukan Galang Saudi di tahun 2007. Sebelumnya Galang Saudi hanya melayani penjualan kuota haji dan umrah travel to travel. Seluruh travel baik di Indonesia maupun mancanegara seperti Malaysia, Brunei, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dan Belanda beli kuota kepada Galang khususnya lagi paket Jeddah to Jeddah.
Lalu apa motivasi Galang Saudi buka sendiri melayani jamaah umrah dan haji? Onyai mengatakan, adalah sebuah kehormatan dan kebahagiaan dapat mengurus tamu-tamu Allah yang ke datang ke Tanah Suci.
‘’Ini soal kepuasan batin dalam pegabdian pada-Nya,’’ tutur perempuan bercadar ini. ‘’Rasa dihati kalau harus lepas jilbab dengan gaji besar tak sebanding dengan bahagia saya sekarang ini melayani tamu-tamu Allah,’’ ujarnya lagi.
Jelang Salat Asar, kami bergerak meninggalkan Hudaibiyah. Bangga rasanya melihat orang Indonesia eksis di Arab Saudi dan berlapang hati mengurusi jamaah haji dan umrah ke Tanah Suci.
Usai umrah hari itu, semua jamaah tertidur kelelahan di Nawarat Syams Hotel. Detik waktu terus berlalu. Pukul 03.00 dini hari waktu setempat, Ahad (11/3), semua jamaah sesuai arahan ustadz Mirja sebelumnya bangun lagi untuk melaksanakan Thawaf Wada’ (tawaf perpisahan) dengan Baitullah.
Di Ka’bah yang tak pernah sepi itu ratusan ribu jamaah berputar dengan kerinduan yang tak pernah pudar. Butiran keringat kalah derasnya dengan lelehan air mata. Sebuah doa kerap terlantun di sela isak tangis para jamaah.
‘’Ya Allah, jangan jadikan kunjungan ini yang terakhir buat kami. Izinkan kami kembali lagi ke sini, ke Tanah Suci Mu suatu hari kelak.’’
Nek Omas tertatih-tatih malam itu menggitari Ka’bah. Bertahan di masjid hingga salat subuh usai.
Saat bangkit dari duduk sebelum berbalik ke belakang ia mengecup tangannya dan melambaikannya pada Ka’bah sebagai tanda pamit. Ia kembali ke hotel dengan berurai air mata. Kerinduan kepada Ka’bah semakin membesar justru di hari perpisahan dengannya.***