Aset Petinggi Ikhawanul Muslimin Dibekukan

Internasional | Selasa, 16 Juli 2013 - 09:08 WIB

Aset Petinggi Ikhawanul Muslimin Dibekukan
Dukungan untuk mengembalikan kekuasaan pada Mohammad Mursi tidak hanya dari kelompok Ikhwanul Muslimin (IM). Kelompok independen dari berbagai kalangan pun turut bergabung menentang tindakan militer. Foto: bbc.co.uk

KAIRO (RP) - Pengadilan di Mesir membekukan aset milik 14 petinggi kelompok Ikhwanul Muslimin.

Langkah ini dilakukan menyusul penyelidikan atas kekerasan pasca digulingkannya Mohammed Mursi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Diberitakan Vivanews, Senin (15/7) dari BBC, di antara petinggi yang dibekukan asetnya adalah ketua IM Mohammed Badie dan wakilnya Khairat al-Shater. Badie bersama anggota IM lainnya juga termasuk dalam daftar tangkap militer.

Jaksa penuntut Mesir Hisham Barakat mengatakan bahwa pembekuan aset diperlukan selama masa penyelidikan kekerasan yang diduga dimotori oleh IM. Sebelumnya, puluhan orang tewas dalam bentrokan antara massa pro-Mursi dan pro-militer di Kairo.

Massa IM saat ini masih menduduki wilayah Nasr City, menuntut dikembalikannya kekuasaan pada Mursi yang menurut mereka digulingkan secara ilegal. Saat ini, Mursi diduga ditahan di basis militer di Kairo.

Pemimpin militer Mesir Abdel Fattah al-Sisi mempertahankan langkahnya menggulingkan Mursi. Dalam pidatonya kemarin, dia mengatakan telah meminta Mursi untuk menggelar referendum soal kepemimpinannya dan memberikan tenggat waktu 48 jam. "Responnya adalah penolakan," kata Sisi.

Dia menegaskan, pada pemerintahan yang baru, setiap kelompok termasuk IM tidak akan dilarang berpolitik. "Kesempatan terbuka untuk setiap orang di kehidupan politik dan tidak boleh ada pergerakan ideologi yang melarang mereka berpartisipasi," ujarnya.

Berpuasa  Tetap Demo

Musim panas yang menyengat, belum lagi potensi gesekan dengan militer, membuat puasa tahun ini menjadi ujian tersendiri bagi para demonstran pro-Mohammed Mursi di Mesir.

Kendati demikian, ribuan massa Ikhwanul Muslimin tetap menjalankan ibadah puasa, yang ternyata malah membuat mereka semakin kuat.

Ribuan orang dilaporkan masih betah menduduki Nasr City, Kairo, menuntut Mursi yang digulingkan militer untuk kembali berkuasa.

Selain menggelar protes, di sini mereka juga beribadah, membaca Al-Quran dan berdoa, tidak ingin melewatkan momen pahala berganda di bulan Ramadan.

Seorang wanita yang diwawancara NBC News, mengatakan bahwa situasi di tempat itu lebih mirip Mekkah saat musim haji, ketimbang sedang berdemonstrasi.

Siang hari ada pria yang berkeliling sambil membawa semprotan air, menyiram wajah-wajah orang-orang yang kepanasan. Terlihat juga pemuda membawa bongkahan besar es, untuk pendingin udara.

Puluhan tenda berdiri di dekat Masjid Rabiah al-Adawiyah di distrik itu. Panas menyengat. Puasa bisa sampai 14 jam sehari. Kendati demikian, mereka mengaku tugas mereka itu suci, untuk mengembalikan kekuasaan yang direnggut paksa.

"Allah menolong kami, baik puasa atau sedang tidak puasa, karena kami punya tujuan, dan tujuan kami sah," kata Ahmad Khalil, seorang guru yang bertugas menjadi penjaga keamanan dalam demonstrasi tersebut, tetap semangat di tengah suhu 32,7 derajat celcius.

Ismail, yang juga seorang guru, mengaku tetap akan berada di sana hingga Mursi kembali memimpin. Dia berpuasa, dan mengatakan puasa justru membuat mereka lebih kuat.

"Faktanya puasa membuat kami lebih kuat dan memberi kami energi, karena hubungan kami dengan Allah sangat dekat. Kami berdoa di tengah terik Matahari. Kami menyeru pada Allah. Kami meminta kemenangan, dan Insya Allah, kami akan mendapatkannya," kata Ismail.

Mursi digulingkan dari posisinya oleh militer 3 Juli lalu. Sejak itu, ribuan pendukung Mursi bentrok dengan aparat di Kairo, sedikitnya 90 massa Ikhwanul Muslimin tewas. Mursi adalah pemimpin pertama Mesir yang terpilih secara demokratis usai digulingkannya Hosni Mubarak dalam revolusi lalu.

"Ramadan adalah bulan kemenangan bagi Islam. Kami tidak akan berhenti, sampai Mursi kembali memimpin atau kami terbunuh di sini," tegas demonstran Dr. Wafaa Hefny, seorang profesor bidang sastra berusia 46 tahun.(int/zed)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook