YANGON (RIAUPOS.CO) - Militer Myanmar mulai mengerahkan kendaraan lapis baja untuk menangani demonstrasi menolak kudeta yang terus berlangsung di penjuru negeri.
Dalam demonstrasi hari kesembilan, Ahad (14/2/2021), terjadi bentrokan sengit termasuk upaya pasukan keamanan membubarkan massa yang mengepung fasilitas pembangkit listrik di Myitkyina, Negara Bagian Kachin.
Diyakini, massa ingin memutus pasokan listrik. Tembakan dilepaskan ke arah demonstran, namun tak jelas apakah menggunakan peluru karet atau tajam. Dua jurnalis dari The 74 Media yang menyiarkan langsung bentrokan itu ditangkap bersama bersama tiga wartawan lainnya.
Pada malam harinya, militer mulai mengerahkan kendaraan lapis baja ke kota-kota besar, termasuk Mykyitna, Yangon, dan ibu kota Negara Bagian Rakhine, Sittwe.
Media online setempat menyiarkan langsung saat iring-iringan kendaraan lapis baja memasuki kota. Ini merupakan pengerahan kendaraan tempur skala besar pertama sejak kudeta menggulingkan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu.
Sejauh ini belum ada pernyataan dari pemerintah maupun militer mengenai pengerahan kendaraan tempur dalam jumlah besar.
Lepas tengah malam, Senin (15/2/2021), warga Myanmar melaporkan gangguan koneksi internet. Keempat jaringan telekomunikasi tidak bisa diakses sekitar pukul 01.00 waktu setempat.
"Penghentian akses internet di #Myanmar sekarang berlaku lagi melibatkan semua operator besar, dilaporkan sampai pukul 09.00. Semoga semua orang tetap aman malam di tengah laporan kegiatan militer yang sangat mengkhawatirkan. #KeepItOn," kata Alex Warofka, seorang aktivis, dikutip dari Reuters.
Kedutaan besar negara Barat termsasuk dari Uni Eropa, Inggris, Kanada, serta 11 negara lain mengeluarkan pernyataan bersama pada Ahad malam, menyerukan pasukan keamanan untuk menahan diri dari melakukan kekerasan terhadap demonstran dan warga sipil.
Kedutaan Besar AS di Myanmar sebelumnya mendesak warganya untuk bertahan di tempat aman. Kedubes juga memperingatkan kemungkinan gangguan telekomunikasi antara pukul 01.00 hingga 09.00.
Sumber: AFP/Reuters/News/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun