JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ikut ambil bagian dalam upaya penanganan Covid-19, sekelompok tim dari University of Illinois, Urbana Champaign telah bersama-sama mengembangkan tes ultrasensitif yang cepat menggunakan sensor elektrokimia berbasis kertas. Sensor ini diklaim dapat mendeteksi keberadaan virus hanya dalam hitungan detik saja.
Tim yang dipimpin oleh profesor Dipanjan Pan ini melaporkan temuan mereka di ACS Nano. Dilansir laman resminya, waktu yang dijanjikan untuk hasil pengetesan Covid-19 dengan sensor berbasis kertas yang sedang dikembangkan dijanjikan hanya akan berlangsung paling lama kurang dari lima menit.
Mahasiswa pascasarjana bioteknologi dari tim yang terlibat penelitian ini, Maha Alafeef menyatakan, saat ini, dunia tengah mengalami peristiwa yang mengubah hidup sekali dalam satu abad. “Kami menanggapi kebutuhan global ini dari pendekatan holistik dengan mengembangkan alat multidisiplin untuk deteksi dini dan diagnosis serta pengobatan untuk SARS-CoV-2,” ungkapnya.
Ada dua kategori luas tes Covid-19 di pasaran. Kategori pertama menggunakan reverse transcriptase real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) dan strategi hibridisasi asam nukleat untuk mengidentifikasi RNA virus. Tes diagnostik yang disetujui FDA saat ini menggunakan teknik ini.
Namun, terdapat beberapa kekurangan dalam metode pengetesan populer saat ini di mana dibutuhkan waktu untuk menyelesaikan pengujian, kebutuhan akan personel khusus dan ketersediaan peralatan dan reagen. Kategori tes kedua berfokus pada deteksi antibodi. Namun, tes ini terdapat penundaan beberapa hari hingga beberapa minggu setelah seseorang terpapar virus agar mereka dapat menghasilkan antibodi yang dapat dideteksi.
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah berhasil membuat biosensor di tempat perawatan menggunakan nanomaterial 2D seperti graphene untuk mendeteksi penyakit. Keuntungan utama dari biosensor berbasis graphene adalah sensitivitasnya, biaya produksi yang rendah dan perputaran deteksi yang cepat.
“Penemuan graphene membuka era baru pengembangan sensor karena sifat-sifatnya. Graphene menunjukkan sifat mekanis dan elektrokimia unik yang membuatnya ideal untuk pengembangan sensor elektrokimia sensitif,” tambah Alafeef. Tim menciptakan biosensor elektrokimia berbasis graphene dengan pengaturan pembacaan listrik untuk secara selektif mendeteksi keberadaan materi genetik SARS-CoV-2.
Ada dua komponen pada biosensor ini, pertama platform untuk mengukur pembacaan listrik dan probe untuk mendeteksi keberadaan RNA virus. Untuk membuat platform, pertama-tama peneliti melapisi kertas saring dengan lapisan nanoplatelet graphene untuk membuat film konduktif. Kemudian, mereka menempatkan elektroda emas dengan desain yang telah ditentukan di atas graphene sebagai bantalan kontak untuk pembacaan listrik.
Baik emas dan graphene memiliki sensitivitas dan konduktivitas tinggi yang membuat platform ini sangat sensitif untuk mendeteksi perubahan sinyal listrik. Tes Covid-19 berbasis RNA saat ini menyaring keberadaan gen N (nukleokapsid fosfoprotein) pada virus SARS-CoV-2. Sementara dalam penelitian ini, tim merancang probe antisense oligonucleotide (ASOs) untuk menargetkan dua wilayah gen-N.
Menargetkan dua wilayah memastikan keandalan senor jika satu wilayah mengalami mutasi gen. Selanjutnya, nanopartikel emas (AuNP) dibatasi dengan asam nukleat untai tunggal (ssDNA) ini, yang mewakili probe penginderaan ultra-sensitif untuk SARS-CoV-2 RNA.
Para peneliti sebelumnya menunjukkan sensitivitas probe penginderaan yang dikembangkan dalam pekerjaan mereka sebelumnya yang diterbitkan di ACS Nano. Hibridisasi RNA virus dengan probe ini menyebabkan perubahan respons listrik sensor.
Kemudian, tutup AuNP mempercepat transfer elektron dan ketika disiarkan melalui platform penginderaan, menghasilkan peningkatan sinyal keluaran dan menunjukkan adanya virus.
Tim menguji kinerja sensor ini dengan menggunakan sampel positif dan negatif Covid-19.
Sensor tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan pada tegangan sampel positif dibandingkan dengan yang negatif dan memastikan adanya materi genetik virus dalam waktu kurang dari lima menit. Lebih lanjut, sensor tersebut mampu membedakan viral RNA load dalam sampel ini. Viral load merupakan indikator kuantitatif penting dari kemajuan infeksi dan tantangan untuk mengukur dengan menggunakan metode diagnostik yang ada.
Platform ini memiliki aplikasi yang luas karena mudah dibawa dan biayanya rendah. Sensor tersebut, jika terintegrasi dengan mikrokontroler dan layar LED atau dengan smartphone melalui Bluetooth atau Wifi juga dikatakan dapat digunakan di tempat perawatan di kantor dokter atau bahkan di rumah. Selain Covid-19, tim peneliti juga memperkirakan sistem dapat beradaptasi untuk mendeteksi berbagai penyakit lainnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman