ISU PERKOSAAN

Istana Presiden Prancis Diselidiki Kejaksaan Terkait Dugaan Pemerkosaan

Internasional | Minggu, 14 November 2021 - 09:06 WIB

Istana Presiden Prancis Diselidiki Kejaksaan Terkait Dugaan Pemerkosaan
Istana Presiden Prancis, Elysse. (REUTERS/DAILY MAIL)

PARIS (RIAUPOS.CO) - Kantor Kejaksaan Prancis sedang menginvestigasi kasus dugaan pemerkosaan yang terjadi di Istana Kepresidenan Prancis awal tahun ini. Investigasi dilakukan setelah seorang tentara wanita mengaku diperkosa koleganya.

Berdasarkan kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron, keduanya awalnya sama-sama ditempatkan di Elysse. Namun, prajurit yang dituduh melakukan pemerkosaan itu telah dipindahkan dari jabatannya.


Mengutip The Associated Press (AP), Jumat (12/11/2021), kantor Kejaksaan Prancis telah memulai penyelidikan pada 12 Juli dan menginterogasi prajurit yang dituduh dalam kapasitasnya sebagai saksi.

Serupa, Istana Kepresidenan Prancis juga mengatakan tidak akan mengomentari penyelidikan yang sedang berlangsung. Namun, mereka akan mendengar, mendukung, dan menemani korban ketika mengetahui hal itu.

Pihak Istana menuturkan para pejabat sedang menunggu temuan penyelidikan sebelum menentukan tindakan selanjutnya.

Sementara itu, seorang pejabat Prancis yang tidak disebutkan namanya mengatakan, Menteri Pertahanan Florence Parly mengadakan penyelidikan administrasi internal merespons dugaan pemerkosaan yang melibatkan prajurit.

Surat kabar Liberation pada Jumat (12/11) memberitakan kejadian itu terjadi setelah pesta perpisahan untuk anggota staf Elysee 1 Juli. Macron disebut sempat menghadiri pesta itu tetapi kemudian pergi.

Dugaan pemerkosaan terjadi di sebuah gedung dengan keamanan tinggi yang merupakan bagian dari kompleks presiden. Macron tinggal di Elysee.

Pengungkapan tentang penyelidikan itu muncul di tengah upaya yang berkembang di Prancis untuk melawan dan berbicara tentang kekerasan seksual.

"Ini menunjukkan pemerkosaan bisa terjadi di mana saja, di lingkungan sosial ekonomi apa pun, kepada siapa pun. Bahkan di tempat yang paling aman," kata Suzy Rotman, juru bicara Women's Rights Collective dan pendiri kelompok Prancis untuk korban pemerkosaan.

"Kekerasan seksual ada di mana-mana," tambahnya.

Menurut kelompok aktivis, gerakan global #MeToo telah mendorong lebih banyak korban untuk melaporkan kekerasan seksual di Prancis, tetapi mereka tetap menjadi minoritas.

Rotman menganalogikan mencari keadilan untuk pemerkosaan, terutama jika pelakunya adalah polisi atau perwira militer, sebagai "pertempuran nyata" karena hambatan hukum, politik dan emosional yang terlibat.

Puluhan ribu wanita telah membagikan kesaksian secara online dalam beberapa minggu terakhir tentang dilecehkan atau dianiaya saat mengajukan keluhan pelecehan seksual di Prancis.

Prancis juga telah melihat lonjakan tuduhan online baru-baru ini tentang pelanggaran seksual di industri media dan teater, menyusul curahan serupa di sekitar dugaan pelanggaran seksual oleh pelatih olahraga dan tokoh budaya.

Oleh sebab itu, Rotman menyerukan pengadilan khusus untuk kasus kekerasan seksual dan lebih banyak pelatihan bagi polisi dalam menanganinya.

Sumber: AP/AFP/Reuters/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook