TEHERAN (RP) - Korban gempa yang meluluhlantakkan wilayah barat laut Iran pada Sabtu malam lalu (11/8) terus bertambah. Pemerintah Iran menyatakan bahwa hingga Senin (13/8) tercatat 306 orang tewas dalam bencana itu.
Dari jumlah itu, 219 di antaranya perempuan dan anak-anak. "Tim penyelamat terus berupaya untuk menemukan jenazah para korban lainnya," ungkap Menteri Kesehatan Iran Marzieh Vahid dalam pemaparannya di parlemen.
Jumlah korban luka yang bertambah. Jika Minggu lalu dilaporkan sekitar 1.000 orang luka, kemarin korban luka bertambah 2 ribu jiwa menjadi 3.037 orang. Sebagian besar di antara mereka telah mendapat pertolongan pertama di lokasi dan kemudian dilarikan ke sejumlah rumah sakit. Pemerintah Iran juga telah menyiagakan 700 dokter bedah.
Dua gempa beruntun berkekuatan 6,4 dan 6,3 skala Richter (SR) mengguncang barat laut Iran pada Sabtu lalu waktu setempat. Gempa yang berlangsung cepat tersebut menghancurkan berbagai bangunan di sekitar Kota Tabriz. Tetapi, kerusakan terparah dan korban terbanyak terjadi di wilayah terpencil, seperti Ahar, Varzaghan, dan Harees, di dekat Kota Tabriz.
Saat ini, mulai muncul kekhawatiran soal kemungkinan merebaknya wabah penyakit karena buruk dan minimnya fasilitas kesehatan di tempat pengungsian. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Iran Gholamreza Masoumi telah memperingatkan kemungkinan penyebaran wabah penyakit karena para survivor gempa hidup dengan kondisi sanitasi yang buruk. Selain kekurangan air bersih, tidak tersedia kamar mandi secara memadai.
"Yang juga penting adalah banyaknya bangkai binatang yang berserakan di lokasi bencana dan mencemari sumber air," tutur Masoumi.
Kepala Bulan Sabit Merah Iran Abdolhossein Faghih mengungkapkan di depan anggota parlemen bahwa 230 desa mengalami kerusakan sangat parah. Beberapa malah hancur total atau rata dengan tanah. Sebagian desa lainnya hanya mengalami kerusakan ringan.
"Saya melihat warga yang seluruh rumahnya rusak dan ternak mereka mati," kisah Tahir Sadati, fotografer lokal. "Mereka (para korban) butuh bantuan, seperti pakaian hangat, tenda, selimut, dan roti," tambah dia.
Pemerintah Iran telah menggelontorkan dana cepat untuk membangun perumahan sementara di wilayah pegunungan sebelum datang musim dingin yang menggigit empat bulan ke depan. Pemerintah setuju mengucurkan bantuan sekitar USD 2 ribu (sekitar Rp 19 juta) per keluarga. Menurut Wakil Presiden (Wapres) Mohammad Reza, pemerintah juga menawarkan pinjaman dengan bunga rendah.
Iran menolak tawaran bantuan dari luar. Termasuk, dari AS, Jerman, Taiwan, Singapura, dan Rusia. Teheran pun bersikukuh bahwa mereka bisa mengatasi dampak bencana tersebut sendiri.
"Sejumlah negara memang menawarkan bantuan. Tapi, kami memiliki sumber daya manusia dan kemampuan yang cukup. Jadi, kami tidak memerlukan bantuan asing. Kami mengucapkan terima kasih atas tawaran bantuan tersebut," papar Faghih.
Meski begitu, televisi nasional Iran melaporkan bahwa bantuan dari Turki telah memasuki wilayah negaranya. Sebanyak 34 relawan Turki ikut dalam pengiriman kargo tersebut. Mereka membawa dua truk berisi 20 ton makanan, tenda, dan alat pemanas.
Iran terletak di antara sejumlah jalur patahan utama dan seringkali mengalami gempa berkuatan besar. Beberapa di antaranya menelan korban jiwa sangat besar. Gempa paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir terjadi di Kota Bam, tenggara Iran, pada Desember 2003. Gempa berkekuatan 6,6 SR saat itu menewaskan 31 ribu jiwa atau sekitar seperempat dari populasi penduduk kota tersebut. Bencana tersebut juga menghancurkan benteng kuno di kota itu.(AFP/AP/cak/dwi)