JAKARTA (RP) - Mahkamah Konstitusi Mesir membatalkan dekrit Presiden Mesir yang mencabut pembekuan parlemen negeri itu.
Dekrit yang diterbitkan Mursi ini adalah bentuk perlawanan terhadap dewan kemiliteran yang membekukan parlemen.
Sehari sebelum pembatalan dekrit itu diumumkan, para anggota parlemen sempat menggelar rapat singkat. Sebelum akhirnya ketua parlemen Saad al-Katatni membubarkan sidang.
Saad al-Katatni menambahkan parlemen akan mengajukan banding ke pengadilan banding tingkat tinggi terkait masalah ini.
Tetapi sejumlah anggota parlemen non Islam menilai keputusan Presiden Mursi itu sebagai sebuah pelanggaran hukum. Partai Pembebasan Rakyat Mesir yang berhaluan liberal menilai keputusan Presiden Mursi justru merugikan legitimasi kekuasaannya sendiri.
‘’Sebab Mursi mengambil sumpah jabatan di hadapan Mahkamah Konstitusi,’’ demikian pernyataan Partai Pembebasan Rakyat Mesir.
Terkait masalah ini, Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (Scaf) yakin semua pihak akan menghormati hukum dan konstitusi.
Perebutan Kekuasaan
Wartawan BBC di Kairo melaporkan pembatalan dekrit ini membuat pertanyaan seputar siapa penguasa Mesir saat ini semakin memuncak. Namun, perebutan kekuasaan ini kemungkinan besar akan dilakukan di ruang-ruang sidang dan di belakang panggung ketimbang di jalan-jalan.
Bulan lalu Mahkamah Konstitusi Mesir membekukan parlemen Mesir dengan alasan pemilihan anggota parlemen tidak konstitusional. Dalam parlemen yang dibekukan itu, Ikhwanul Muslimin - partai penyokong Presiden Mursi - meraih mayoritas kursi.
Sehingga, situasi politik saat ini menurut sejumlah pengamat adalah bagian dari perebutan kekuasaan antara Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata dan Ikhwanul Muslimin. Pembekuan parlemen terjadi sehari sebelum Mohammed Mursi dipastikan memenangkan pemilihan presiden langsung pertama Mesir.
Para pengamat belum dapat menduga apa yang akan terjadi di Mesir saat seorang presiden terpilih harus memerintah negara tanpa adanya konstitusi baru.(bbc/int/izl)