BANGKOK (RIAUPOS.CO) - Situasi di Bangkok, Thailand, makin mengkhawatirkan. Aksi unjuk rasa berkepanjangan mulai diwarnai tindakan kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban.
Kemarin pagi tujuh demonstran anti pemerintah Thailand terluka setelah pria bersenjata (sniper) melepaskan tembakan di markas pengunjuk rasa di Bangkok.
Mengutip Bangkok Post, aksi bersenjata itu membuat Bangkok kian tegang menjelang rencana penutupan semua jalan dan fasilitas publik di seluruh kota mulai Senin besok (13/1).
Menurut keterangan polisi, aksi penembakan terjadi dua kali pada Sabtu pagi. ”Serangan pertama terjadi dini hari, pukul 02.30, dan melukai dua orang, termasuk seorang penjaga keamanan saat protes. Serangan kedua berlangsung tiga jam kemudian yang melukai lima pengunjuk rasa,” ujar Letnan Jenderal Polisi Prawut Thavornsiri dari Kepolisian Kerajaan Thailand kemarin.
Saat dihubungi, pusat medis darurat beberapa rumah sakit di Kota Bangkok menyatakan, seorang pria masih ”kritis”. Sampai berita ini diturunkan tadi malam, belum diketahui siapa pelaku penembakan dan dari pihak mana.
Aksi kekerasan yang membawa korban terbaru di Thailand adalah puncak ketegangan sejak delapan tahun terakhir. Kelas menengah dan kaya Thailand berhadapan dengan kelompok pendukung mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra dan PM Yingluck Shinawatra serta saudaranya yang sebagian besar berasal dari kelas bawah.
Delapan orang, termasuk seorang polisi, tewas dan puluhan lainnya terluka dalam kekerasan jalanan selama beberapa pekan terakhir. Pemerintah telah menyuarakan kekhawatiran pertumpahan darah saat pengunjuk rasa menolak untuk mundur dalam upaya menggulingkan kakak beradik Shinawatra tersebut.
Para demonstran berusaha memboikot pemilihan sela yang akan diselenggarakan 2 Februari dan Yingluck segera ingin mengundurkan diri. Para pengunjuk rasa khawatir Yingluck bakal kembali berkuasa jika mekanisme pemilihan umum diadakan.
Satu kompi tentara ditempatkan di 37 lokasi –termasuk kantor-kantor pemerintah– di ibu kota pada Jumat malam. Ribuan polisi juga diturunkan untuk menjaga keamanan.
Panglima militer Thailand menyerukan perdamaian menjelang aksi ”pelumpuhan” Senin itu.
”Saya khawatir tentang keamanan karena banyak orang akan datang (pada Senin) dan kekerasan bisa terjadi di seluruh (protes),” ujar Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Prayut Chan-O-Cha kepada wartawan kemarin.
Sengketa politik berkepanjangan tersebut tentu saja merugikan sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian Thailand. Kementerian Pariwisata dan Olahraga Thailand menyatakan, jumlah turis asing yang masuk negara itu menurun hingga 300.000 wisatawan gara-gara aksi unjuk rasa anti pemerintah. Kerugian diperkirakan mencapai 20 miliar baht (sekitar USD 600 juta).
”Jumlah kunjungan turis dari Tiongkok, termasuk Hongkong dan Taiwan, diperkirakan turun drastis dari 20 Januari–1 Februari menjelang tahun baru China,” kata kementerian tersebut.
Tingkat hunian hotel di Thailand juga mersot 30 sampai 40 persen pada Januari. Sementara itu, pemesanan tiket pesawat yang diperkirakan naik 2 persen bulan ini mungkin akan turun 9 persen pada Februari.
”Sebanyak 45 negara telah mengeluarkan saran perjalanan khusus yang mendesak warga mereka agar berhati-hati saat mengunjungi Thailand,” jelas Kementerian Luar Negeri Thailand. (AP/AFP/c10/kim)