SADAR JADI TARGET, TAK KHAWATIR "DIHILANGKAN"

Hishamuddin Rais, Aktivis Oposisi di Balik Gerakan Massa di Malaysia

Internasional | Sabtu, 11 Mei 2013 - 16:56 WIB

Hishamuddin Rais, Aktivis Oposisi di Balik Gerakan Massa di Malaysia
Hishamuddin Rais. Foto: JPNN

GERAKAN kelompok arus bawah yang terus bergulir mengiringi hasil pemilihan raya Malaysia tidak muncul dengan sendirinya. Ada sejumlah tokoh yang menggerakkan aksi itu. Salah seorang di antaranya Hishamuddin Rais, tokoh gaek yang sudah lama menginginkan perubahan politik di negeri jiran tersebut.

DYAN WAHYUDI, KUALA LUMPUR

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

============================

Sekitar seratus ribu orang berduyun-duyun menuju Stadion Kelana Jaya, Selangor, Malaysia, Rabu malam (8/5). Gerimis yang turun sejak sore tak mengurangi hasrat mereka untuk bergerak.

 

Malam itu stadion berkapasitas 25 ribu orang tersebut penuh sesak. Tidak hanya di tribun penonton, massa juga memadati lapangan sepak bola yang dijadikan home bagi Selangor FC itu.

 

Stadion di luar Kuala Lumpur tersebut menjadi saksi bisu keinginan sebagian warga Malaysia, terutama kalangan anak muda, untuk sebuah perubahan. Hampir semua yang hadir kompak mengenakan baju hitam-hitam. Pilihan warna itu menjadi tanda bahwa mereka sedang berkabung, menyusul hasil pemilihan raya (pemilu) Minggu lalu (5/5) yang mereka anggap tidak fair dan penuh kecurangan.

 

Di luar banyak warga yang tidak bisa masuk karena stadion sudah tidak lagi mampu menampung. Salah seorang yang harus rela berada di luar stadion adalah Hishamuddin Rais, penggerak aksi massa itu.

 

"Banyak yang kata, ini bagaimana, organizer-nya kok malah gak bisa masuk," kata Isham "sapaan akrab Hishamuddin Rais" sambil tertawa lepas.

 

Beberapa hari sebelumnya Isham bersama rekan-rekan yang melebur dalam barisan kekuatan politik parpol oposisi, Pakatan Rakyat yang dikomandani Anwar Ibrahim, menggulirkan rencana rapat akbar tersebut. Rapat itu dimaksudkan sebagai bentuk protes keras atas hasil pemilihan raya yang mereka anggap penuh penyimpangan.

 

Menggunakan media sosial, ajakan turun ke jalan itu cepat menyebar dan mendapat respons dari khalayak ramai. Terutama massa yang kecewa terhadap hasil pemungutan suara.

 

"Saya hanya ingin mendorong adanya perubahan. Jika perubahan terjadi, maka demokrasi akan tumbuh jadi lebih baik, masyarakat akhirnya akan semakin baik," kata laki-laki kelahiran Kuala Pilah, Negeri Sembilan, 3 Februari 1951, tersebut.

 

Di kalangan aktivis Malaysia, Isham cukup disegani. Dia kerap menjadi rujukan para aktivis gerakan yang dimotori anak-anak muda di negara itu. Dia pun dengan senang hati melayani diskusi para aktivis tersebut. Misalnya, ketika Isham menjamu Jawa Pos di kafe di pinggiran Kuala Lumpur sesaat setelah rapat akbar. Saat itu sejumlah anak muda menemuinya.

 

Kala itu sudah dini hari, jarum jam menunjuk pukul 02.00 (9/5). Tapi, suasana justru tambah ramai ketika yang berkumpul makin banyak. Satu per satu aktivis pun lalu membeberkan rencana-rencana aksi mereka. Di antaranya, agenda gerakan mahasiswa yang akan menggelar demo besar-besaran di Kantor Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR, KPU Malaysia) pada Jumat hari ini (10/5). Isham lalu memberikan masukan-masukan. "Saya ini termasuk yang masih sangat percaya bahwa hanya anak muda sahaja yang dapat mengubah dunia, kerana dunia akhirnya kepunyaan anak-anak muda," tegasnya.

 

Pria yang gemar mengucir rambutnya yang sebahu itu kali pertama terlibat dalam dunia pergerakan ketika masih menjadi mahasiswa Universiti Malaya. Salah satu peristiwa penting yang mejadi catatan sejarah pergerakan di Malaysia adalah perjuangan kaum pelajar untuk masyarakat Tasek Utara yang rumahnya dirobohkan pada pengujung 1973. Isham ditangkap dan ditahan aparat keamanan. Dia sempat dipenjara di Air Molek, Malaka, selama beberapa waktu.

 

Tak kapok, pada Desember 1974 putra seorang tentara itu kembali terlibat dalam demonstrasi mahasiswa besar-besaran. Mereka memperjuangkan nasib petani-petani miskin di Baling. Kerajaan yang dipimpin Tun Abdul Razak Hussein, ayah Perdana Menteri (PM) Najib Razak, kala itu menangkapi para aktivis. Termasuk Anwar Ibrahim yang di kemudian hari menjadi wakil PM mendampingi Mahathir Mohamad. "Saya berhasil lari," kata Isham, kembali disambut tawa kerasnya yang khas.

 

Dia kabur ke luar negeri lewat jalur bawah tanah. Hingga akhirnya dia mendapat suaka politik dari pemerintah Belgia. Dia lantas melanjutkan studi di sana. Dia belajar bahasa Prancis di Universite Catholique de Louvain, Belgia, pada 1984. Kemudian, melanjutkan belajar seni di Kolej Brixton, London, dan lulus dalam bidang film dan video dari University of Westminster, London, pada 1992. Isham tinggal di London 15 tahun.

 

Pada 1994 Isham memutuskan kembali ke Malaysia. Saat gelombang reformasi muncul pada1998, pasca-Anwar Ibrahim dipecat dari jabatan wakil PM, darah aktivis Isham kembali bergolak.

 

"Awalnya saya tidak terlibat langsung. Tapi, lama-lama saya tidak bisa diam. Akhirnya saya terjun juga," ungkapnya.

 Karena keterlibatannya dalam berbagai aksi, dia beberapa kali ditangkap dan dihadapkan ke pengadilan atas tuduhan makar.

 

"Jadi, kalau sekarang Najib (Razak) mau tangkap saya lagi, ya dia boleh tangkap. Tapi, apalah manfaat nangkap" Tidak ada keuntungan apa-apa menangkap saya. Dia dulu menangkap saya dua tahun ternyata saya juga tidak berubah. Jadi, percuma saja nangkap," lanjutnya.

 

Isham mengakui dirinya sekarang termasuk tokoh yang menjadi target pemerintah yang berkuasa. Dia memandang itu sebagai risiko yang harus ditanggung. "Saya tahu, saya selalu diawasi. Di hari pemilu ada yang ajukan saya untuk ditangkap atas tuduhan provokasi. Tapi, biar saja, saya hanya ingin perubahan seperti yang diinginkan rakyat, tidak lebih," ujarnya.

 

Tidak hanya terus diawasi, sejumlah teror juga tak jarang dihadapinya. Namun, Isham enggan mengungkap lebih lanjut. "Sudahlah, ini memang sudah risiko," tuturnya menolak menceritakan.

 

Ketika disinggung soal nasib yang menimpa aktivis Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Munir, yang dibunuh saat terbang ke Belanda, Isham terdiam sejenak. "Ada juga terpikir. Tapi, saya minum kopi di sini sama kamu juga tidak apa-apa kan" Kan, saya minum kopinya tidak di pesawat terbang," ucapnya kembali terbahak.

 

Meski berjalan selaras dengan gerakan oposisi, Isham tetap tidak bersedia masuk partai politik. Menurut dia, langkah strategis bergandengan dengan kekuatan parpol hanya pilihan logis yang bisa dilakukan saat ini.

 

Kondisi kalangan aktivis di Malaysia seperti yang dijalani Isham agak berbeda dengan di Indonesia. Kekuatan aktivis di Malaysia menjaga jarak dengan parpol. "Mungkin sekarang ini yang terakhir. Selepas ini semua selesai, mungkin saya mau berhenti, mau nulis buku saja," tandas adik kelas Anwar Ibrahim itu. (*/c10/ari)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook