WASHINGTON DC (RIAUPOS.CO) -- Sebelum 20 suara elektoral di Pennsylvania dinyatakan menjadi milik Joe Biden-Kamal Harris, kandidat capres-cawapres Amerika Serikat dari dua kubu sebenarnya ingin melepas urat tegang pada Sabtu (7/11). Misalnya, Harris yang asyik joging dan Donald Trump yang menikmati hobi golfnya.
Namun, begitu penghitungan suara di Pennsylvania selesai dan Biden dinyatakan menang, termasuk oleh media konservatif Fox News, situasinya berbanding terbalik. Harris berhenti sejenak dan langsung menelepon Biden. "Kita berhasil, Joe. Kamu akan menjadi presiden AS," ujar Harris, lantas tertawa, sebagaimana dilansir The Guardian.
Di tempat berbeda, Trump buru-buru pergi dari lapangan golf di Sterling, Virginia. Tambahan 20 suara elektoral dari Pennsylvania membuat perolehan Biden-Harris menjadi 284. Melampaui syarat 270 suara untuk seorang kandidat meraih kursi presiden.
Selanjutnya, di sisa hari, jalanan di kota-kota besar ramai. Kubu Demokrat merayakan kemenangan. Malamnya Biden menyampaikan pidato kemenangan dengan tenang. "Bagi Anda yang memilih Presiden Trump, saya tahu Anda kecewa. Tapi, mari kita beri kesempatan ke satu sama lain," ungkap Biden seperti dilansir CNN.
Biden ingin menegaskan bahwa tujuannya merebut kursi di Gedung Putih adalah menyatukan AS. Dia sadar tak bisa menggunakan retorika partisan seperti Trump. Apalagi, Senat AS diperkirakan masih ada di genggaman Republik. Biden diperkirakan memanggil pejabat dan politisi dari dua kubu selama masa transisi. Harapannya, dia bisa membuat kabinet yang berisi tokoh Demokrat dan Republik. Dengan begitu, Senat AS yang punya peran penting dalam pembentukan kabinet tak bisa menolak mentah-mentah proposal Biden.
"Yang tak seharusnya terjadi adalah Biden melepas visinya selama kampanye hanya untuk politik AS bersatu," ujar Adam Green, pendiri Progressive Change Campaign Committee.
Saat ini Biden, tampaknya, lebih tertarik mengurus Covid-19. Sebelum menunjuk calon kepala staf Gedung Putih, Biden menyatakan ingin bertemu dengan pakar penyakit menular Anthony Fauci. Dia mengaku ingin mendapatkan rekomendasi pakar.
Pakar tersebut bakal digabungkan dalam satu satgas yang merancang kebijakan penanggulangan Covid-19. Dengan demikian, kebijakan tersebut bisa langsung diterapkan pada hari pertamanya bekerja.
"Kebijakan ini berdasar ilmu pengetahuan dan dibangun dengan empati," paparnya menurut Associated Press.
Sementara itu, Trump, tampaknya, menolak untuk menyerah. Tim kuasa hukumnya masih mencari celah untuk menggugat penghitungan di beberapa negara bagian. Meskipun, upaya tersebut belum berbuah manis hingga saat ini. "SAYA MENANG PEMILU INI," ungkapnya via Twitter.
Namun, bukan berarti tak ada yang mau membujuk Trump untuk menerima kekalahan. Jared Kushner, menantu kesayangan Trump, dilaporkan merayu Trump agar segera menyampaikan pidato kekalahan. Namun, Trump masih bergeming.
Selama ini, pakar sudah bisa menebak langkah Trump. Mereka benar soal Trump yang menyatakan kemenangan secara prematur. Kali ini, mereka memprediksi bahwa Trump tak mengundang presiden terpilih Joe Biden ke Gedung Putih. Undangan petahana untuk presiden terpilih merupakan tradisi yang berlangsung ratusan tahun.
Malcolm Nance, analis inteligen, menebak sesuatu yang lebih buruk. Dia mengatakan bahwa Trump bakal menggunakan masa transisi selama 11 minggu secara serampangan. Menurut dia, suami Melania itu bakal menggunakan masa kepemimpinan yang tersisa untuk keuntungannya. "Selama 90 hari, Trump akan bersikap (seperti) anak kecil yang mengamuk. Yang jadi masalah, anak kecil itu memegang palu yang bisa menghancurkan negara ini," paparnya.
Nance ragu Trump bakal repot mengurusi kebijakan seperti pelonggaran industri energi. Trump lebih peduli terhadap sesuatu yang bersifat pribadi. Salah satunya ancaman hukuman yang bisa dihadapi ketika dia tak lagi memiliki imunitas hukum seorang presiden. "Satu yang pasti, dia akan berusaha mengampuni dirinya sendiri. Dia percaya bahwa jasanya membawa mayoritas konservatif di Mahkamah Agung AS membuatnya bebas dari penjara," ungkapnya.(bil/c19/fal/jpg)