DITINGGAL PENDUDUKNYA MENGUNGSI

Ukraina Hadapi Ancaman Defisit Tenaga Kerja, Populasi Berpotensi Turun

Internasional | Sabtu, 08 Juli 2023 - 13:17 WIB

Ukraina Hadapi Ancaman Defisit Tenaga Kerja, Populasi Berpotensi Turun
Ilustrasi. Militer Ukraina siap menghadapi tentara Rusia. (HENRY NICHOLLS/REUTERS )

BAGIKAN



BACA JUGA


JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Tak kunjung usainya perang membuat jutaan pengungsi Ukraina yang tersebar di seluruh Eropa mulai berpikir untuk menetap selamanya di negara tempat mereka berlindung. Ini menimbulkan tantangan untuk kembali membangun ekonomi ketika perang akhirnya berhenti.

Studi yang dilakukan oleh badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) UNHCR menunjukkan sebagian besar pengungsi Ukraina ingin kembali suatu hari nanti. Namun, hanya satu dari sepuluh orang yang punya rencana untuk kembali dalam waktu dekat.


Kepada Reuters, Jumat (7/7), empat bos perusahaan mengakui, saat ini mereka tengah bergulat dengan kemungkinan banyak pengungsi tidak akan kembali. Imbasnya, tenaga kerja akan menyusut selama bertahun-tahun yang akan datang. Perubahan demografi serius yang harus dipikirkan pemerintah.

Volodymyr Kostiuk, CEO Farmak, salah satu perusahaan farmasi terkemuka di Ukraina yang memiliki hampir 3.000 karyawan dengan pendapatan setara USD 200 juta setahun sebelum perang, mengatakan bahwa dengan begitu banyak orang di luar negeri, mengungsi atau wajib militer, perusahaan terancam kekurangan pekerja laboratorium yang berkualitas dan spesialis produksi.

"Kita perlu mencoba mengembalikan mereka ke Ukraina, karena kita sudah melihat bahwa semakin lama orang berada di luar negeri, semakin sedikit mereka ingin kembali," kata Kostiuk.

Natalka Korzh (52), seorang sutradara TV dan ibu dua anak, meninggalkan rumah impian yang baru dibangun ketika dia melarikan diri dari roket yang jatuh di Kyiv pada hari-hari awal perang. Dia baru saja menetap di Portugal, dan tidak berencana untuk kembali bahkan ketika pertempuran di Ukraina berhenti.

"Sekarang, di usia 52 tahun, saya harus memulai dari awal," kata Korzh, yang ingin membuka badan amal di Portugal untuk membantu migran lain di kota Lagoa, yang sekarang disebutnya rumahnya.

Bukan hanya kekurangan tenaga kerja, penyusutan tenaga kerja juga mengurangi permintaan konsumen dalam jangka panjang. Fozzy Group, yang mengoperasikan jaringan supermarket terkemuka, membuka kembali toko di daerah sekitar Kyiv setelah mundurnya Rusia dari wilayah tersebut dalam beberapa bulan pertama pertempuran.

Tapi, Dmytro Tsygankov, direktur Fozzy yang bertanggung jawab atas lini produk baru mengatakan kunjungan pembeli masih sangat sedikit. Dia mengatakan, kunjungan klien pada Mei meningkat dibandingkan tahun lalu, tetapi masih 16 persen di bawah Mei 2021, sebelum invasi.

"Kami tidak dapat berbicara tentang pemulihan ketika kami memiliki beberapa juta orang yang tidak membeli apapun, mereka tidak ada di negara ini," kata Tsygankov.

Populasi Makin Menyusut

Dengan jutaan penduduk yang mengungsi, sebagian besar di antaranya perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi dan anak-anak, sementara sebagian laki-laki terkena wajib militer, populasi Ukraina didominasi warga negara berusia lanjut. Ella Libanova, salah satu ahli demografi dari Akademisi Sains Nasional menuturkan, sejak perang pecah angka fertilitas turun dari 0,9 menjadi 0,7.

Sebanyak 15.000 laki-laki usia keja telah tewas dan terluka, berdasarkan data intelijen AS yang dirilis pada April. Di sisi lain, Libanova juga memperingatkan bahwa setelah pembatasan masa perang terhadap laki-laki yang meninggalkan negara itu dicabut, kemungkinan akan banyak yang bergabung menetap dengan keluarga mereka di luar negeri.

"Risiko besar adalah laki-laki akan pergi," katanya. "Kita akan kehilangan orang-orang muda, berkualitas, giat, berpendidikan. Itulah masalahnya."

Dengan Rusia sekarang menempati sekitar seperlima dari wilayah negara itu, Libanova memperkirakan populasi di daerah yang dikendalikan oleh Kyiv bisa mencapai 28 juta. Angka ini turun dari perkiraan pemerintah sebesar 41 juta sebelum invasi 24 Februari 2022.

Perkiraan tersebut tidak termasuk Krimea, yang dianeksasi oleh Rusia pada 2014, yang berpenduduk sekitar 2 juta orang pada awal tahun itu. Bahkan sebelum perang, populasi Ukraina sebetulnya telah menyusut.

Libanova memperkirakan populasi antara 28 juta dan 34 juta pada awal tahun 2023 di beberapa bagian negara yang dikuasai Kyiv. Pusat Strategi Ekonomi memperkirakan bahwa antara 860.000 dan 2,7 juta orang Ukraina mungkin akan menetap di luar negeri.

Data itu didapat dari jajak pendapat pada Februari terhadap lebih dari 1.000 pengungsi di negara-negara Eropa. Akibatnya, ekonomi bisa turun 2,55-7,71 persen dari PDB per tahun.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook