GAZA CITY (RIAUPOS.CO) - Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) mengecam negara-negara yang menyuplai Israel dengan senjata dalam perang di Jalur Gaza. Ketua NRC Jan Egeland mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober lalu dan menyerukan pembebasan sandera.
Namun di lain pihak dia menegaskan bahwa kampanye militer Israel di Jalur Gaza sama sekali tidak bisa digambarkan sebagai pertahanan diri.
Egeland menegaskan bahwa penghancuran Gaza merupakan salah satu serangan terburuk terhadap penduduk sipil di era modern saat ini. Setiap hari ada banyak anak-anak tewas dan penduduk yang masih hidup harus menderita. ’’Negara-negara yang mendukung Israel dengan senjata harus memahami bahwa kematian warga sipil ini akan menjadi noda permanen pada reputasi mereka,’’ tegasnya seperti dikutip The Guardian.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) kemarin mengklaim telah menyerang 250 titik di Jalur Gaza. Pasukan darat mereka juga kian masuk ke wilayah Khan Younis. Badan Pengungsi PBB Untuk Palestina (UNRWA) mengungkapan bahwa situasi di Gaza terus memburuk setiap menitnya. Tidak ada lagi zona aman dan tempat berlindung karena semua penampungan kini sudah kelebihan kapasitas. ’’Seluruh Jalur Gaza telah menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia,’’ bunyi pernyataan UNRWA via X.
Organisasi kemanusiaan Médecins Sans Frontières (MSF) mengungkap bahwa bahan bakar dan suplai medis di RS Al Syifa telah habis kemarin. Mereka mendesak agar serangan tanpa pandang bulu dan tanpa henti di Gaza dihentikan. Itu termasuk pengungsian secara paksa penduduk, penyerangan RS dan staf medis serta pembatasan bantuan dan blokade. Kemarin Israel meminta setidaknya 600 ribu penduduk di wilayah selatan untuk menyingkir karena mereka akan menyerang. Di saat yang sama, warga dilarang kembali ke utara.
Koordinator Bantuan Darurat PBB Martin Griffiths menyebut kampanye militer Israel di selatan sama dahsyatnya dengan di utara. Hal itu menciptakan kondisi kehancuran luar biasa dan menghentikan segala operasi kemanusiaan. ’’Sudah cukup sekarang. Ini harus dihentikan,’’ tegasnya.
Israel di lain pihak tetap bergeming dengan keputusannya semula. Terlebih sekutunya, AS, yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan (DK) PBB memilih untuk tutup mata dengan kekejian yang mereka lakukan. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa IDF akan mempertahankan kontrol keamanan terbuka atau demiliterisasi di Gaza setelah perang berakhir.
’’Gaza harus didemiliterisasi. Dan agar Gaza bisa mengalami demiliterisasi, hanya ada satu kekuatan yang dapat menjamin hal ini yaitu IDF. Tidak ada kekuatan internasional yang bertanggung jawab atas hal ini,’’ ujarnya Selasa (5/12) malam.
Sementara itu kemarin Israel mencabut visa Koordinator Kemanusiaan PBB Lynn Hastings. Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen menyatakan bahwa keputusan itu diambil karena Hastings dinilai gagal mengecam Hamas dan malah mengutuk Israel. Versi Cohen, PBB bersikap bias. Di wilayah pendudukan Tepi Barat, warga Israel kian agresif. Terlebih kini mereka dipersenjatai oleh pemerintah Israel dan didukung militer. Serangan kekerasan, termasuk penembakan fatal terhadap warga Palestina oleh pemukim Yahudi bersenjata di Tepi Barat meningkat tajam.(sha/bay/jpg)