NEW YORK (RIAUPOS.CO) -- Demokrat sudah mengetok palu soal pemakzulan. Kamis (5/12) Ketua Dewan Perwakilan AS Nancy Pelosi memberikan lampu hijau kepada komisi yudisial untuk menyusun artikel pemakzulan. Artikel itu bakal melalui pemungutan suara di majelis rendah sebelum diajukan di sidang Senat AS.
Dalam konferensi pers, Pelosi mengatakan bahwa hal itu adalah pilihan terakhir majelis rendah. Menurut mereka, Trump sudah terbukti bertindak sewenang-wenang tanpa memedulikan keamanan dan integritas bangsa. ”Kami sedih, namun percaya diri,” ungkap Pelosi.
Dengan pernyataan resmi Pelosi, legislator hanya perlu mengambil langkah terakhir. Yakni, melakukan pemungutan suara atas artikel pemakzulan. Namun, lolosnya artikel pemakzulan di majelis rendah hampir bisa dipastikan mengingat mayoritas anggotanya datang dari partai oposisi.
Tentu, Demokrat grogi. Beberapa pihak menyerang partai keledai dengan tuduhan bahwa upaya pemakzulan hanyalah manuver politik. Bahwa Pelosi dan kawan-kawan terlalu terburu-buru dalam memproses pemakzulan. Karena itu, Pelosi meledak saat ditanya apakah dirinya membenci Presiden Trump.
"Saya tidak membenci siapa pun. Jangan macam-macam dengan kata-kata benci," kata Pelosi seperti dilansir CNN.
Saat ini dasar pemakzulan demokrat terbagi dalam dua tuduhan. Pertama, Trump menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menyelidiki kasus Burisma, perusahaan tempat anak Joe Biden bekerja, dan dugaan serangan siber oleh Ukraina dalam Pilpres 2016. Jika tidak menurut, Gedung Putih bakal menangguhkan dana bantuan USD 400 juta alias Rp 5,6 triliun untuk Ukraina.
Kedua, Trump menghalangi penyelidikan kongres terhadap skandal tersebut. Gedung Putih mencegah komite memanggil saksi kunci seperti mantan Penasihat Keamanan Negara John Bolton dan Kepala Kantor Kepresidenan Mick Mulvaney. "Jika kita biarkan presiden berada di atas hukum, republik ini akan berakhir," ungkap Pelosi.
Namun, Demokrat belum mendapat dukungan penuh. Survei FiveThirtyEight.com menunjukkan 46,8 persen mendukung pemakzulan Trump, sedangkan 44,5 persen menolaknya. Trump pun terlihat tak gentar menghadapi sidang pemakzulan. Menurut dia, Partai Republik cukup solid untuk menghadapi serangan Demokrat.
MEREKA YANG TERSEREMPET PELENGSERAN
1. Andrew Johnson
– Dimakzulkan 24 Februari 1868
– Kasusnya adalah pemecatan menteri perang dalam pelanggaran Undang-Undang Masa Jabatan. Dinyatakan tidak bersalah oleh Senat AS. Namun, hak mencalonkan diri sebagai presiden dicabut partainya sendiri.
2. Richard Nixon
– Terancam Pemakzulan
– Kasus menghalangi hukum, penyalahgunaan wewenang, dan penghinaan terhadap Kongres AS atas upaya menutupi skandal Watergate. Nixon mundur pada 9 Agustus 1974 sebelum Dewan Perwakilan AS melakukan pemungutan atas artikel pemakzulan.
3. Bill Clinton
– Dimakzulkan 19 Desember 1998
– Dianggap berbohong dalam sumpah terhadap juri Federal dan menghalangi hukum. Dinyatakan tidak bersalah oleh Senat AS. Clinton bertahan sebagai presiden hingga masa jabatannya selesai pada 2001.
4. Donald Trump
– Terancam Pemakzulan
– Tersangkut penyalahgunaan wewenang, penyuapan, dan menghalangi hukum terkait skandal pemerasan Ukraina untuk memulai penyelidikan yang menguntungkan kampanye Pilpres 2020.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal