Mandela, Teroris yang Jadi Negarawan

Internasional | Sabtu, 07 Desember 2013 - 09:00 WIB

Mandela, Teroris yang Jadi Negarawan
Nelson Mandela

JOHANNESBURG (RP) - Jam Belum menunjukkan pukul 21.00 ketika kabar duka berembus dari Houghton Estate, kawasan elite di pinggiran Kota Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel).

Kamis malam lalu (5/12) atau kemarin dini hari WIB (6/12), Nelson Mandela berpulang. Ikon antiapartheid itu mengembuskan napas terakhir di tengah-tengah keluarganya pada usia 95 tahun.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Perjuangan Mandela menghapus diskriminasi berdasar warna kulit telah mengubah dunia. Jadi, wajar jika para pemimpin dunia menangisi kepergian tokoh berjuluk Madiba (dalam bahasa Xhosa artinya Bapak Bangsa) tersebut.

‘’Bangsa kita telah kehilangan putra terbaiknya. Rakyat Afrika Selatan kehilangan seorang bapak,’’ ungkap Presiden Afsel Jacob Zuma.

Jauh sebelum dunia mengakui Mandela sebagai pejuang kesetaraan hak asasi manusia, Inggris menganggap pria kelahiran 18 Juli 1918 itu sebagai teroris.

Tepatnya, saat Negeri Ratu Elizabeth II tersebut berada di bawah kepemimpinan mantan Perdana Menteri (PM) Margaret Thatcher. ‘’ANC (African National Congress, red) adalah organisasi teror,’’ katanya.

Dalam pernyataan yang dia ungkapkan pada 1987 itu, Thatcher juga menyebut ANC, partai Mandela, sebagai organisasi politik yang tidak layak.

‘’Siapa pun yang berpikir bahwa ANC akan memimpin pemerintahan pasti hidup di cloud-cuckoo land (istilah untuk menyebut negara utopia tempat segala sesuatu berjalan idealis dan sesuai dengan teori),’’ imbuhnya.

Sikap Thatcher itu pun lantas menjadi sikap resmi Partai Konservatif terhadap ANC. Saat sang Iron Lady tersebut berkuasa, nyaris semua pejabat London memandang rendah Mandela.

Bahkan, pandangan itu masih tetap bertahan sampai 1990-an saat Thatcher sudah tidak lagi menjabat. Ketika BBC menyiarkan konser khusus untuk mantan suami Winnie Madikizela itu, Konservatif mengkritiknya sebagai sesuatu yang berlebihan.

Sebenarnya, di awal perjuangan Mandela, bukan hanya Inggris yang mencibir atau bahkan memusuhinya. Negara-negara sekutu Inggris pun melakukan hal yang sama.

Antara lain, Amerika Serikat (AS) dan Prancis. Tapi, tidak seperti Thatcher, dua negara itu tidak terang-terangan menyebut Mandela dan ANC sebagai ancaman keamanan.

Menganut paham Komunis dan Marxis, ANC pun disorot intelijen dunia. Termasuk, CIA. Kabarnya, CIA sampai mendirikan pos khusus di Afsel untuk menyadap dan memantau gerak-gerik Mandela.

Penyadapan CIA pada 1962 berujung pada penangkapan Mandela. Pada era 1980-an, Inggris bersama AS dan Prancis menciptakan saingan bagi Mandela. Yakni, Gatsha Buthelezi.

Namun, seiring berjalannya waktu, Inggris mampu memandang peraih Nobel Perdamaian 1993 tersebut sebagai tokoh besar.

Begitu pengaruh Thatcher memudar, para pemimpin Koservatif pun mulai berani mengungkapkan pandangan lain mereka terhadap Mandela.

Salah satunya, PM David Cameron. ‘’Satu sinar cemerlang akhirnya sirna dari dunia,’’ ungkapnya kemarin.(hep/c16/dos/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook