ANKARA (RP) - Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan memperpendek lawatan ke Afrika Utara di tengah krisis yang terjadi di negerinya. Ada tiga demonstran yang tewas dalam aksi anti pemerintah. Demo tersebut sempat disebut sejumlah kalangan sebagai semacam "Arab Spring" yang mengguncang Tunisia, Mesir, atau Syria.
Erdogan memulai lawatan pada Senin (3/6). Dia tidak menghiraukan bentrokan antara demonstran dan polisi. Dia menyebut bentrokan itu sebagai ulah "elemen ekstrem" atau sekelompok kecil masyarakat. Saat itu, Erdogan meyakini bahwa gelombang protes akan berakhir dalam beberapa hari. Tapi, ketegangan yang masih tinggi dan demonstrasi yang lebih besar terus terjadi.
Meski harus berhadapan dengan gas air mata, semprotan merica, dan meriam air polisi, demonstran tetap kembali menduduki pusat aksi di Kota Ankara serta Istanbul. Rabu malam (5/6) jelang kepulangan perdana menteri, polisi membakar barikade yang didirikan demonstran di Ankara. Bentrokan juga dilaporkan terjadi di Kota Tunceli.
Di Kota Rize, wilayah timur Laut Hitam, massa demonstran pro pemerintah menyerang kelompok oposisi yang berjumlah lebih kecil Rabu (5/6). Polisi lalu turun ke lokasi untuk melindungi demonstran anti pemerintah. Insiden tersebut merupakan bentrokan pertama antara demonstran anti dan pro pemerintah sejak krisis terjadi.
Wakil Ketua Partai Keadilan dan Pembangunan, pemimpin Erdogan, Huseyin Celik muncul di televisi untuk meminta para simpatisan partai agar tidak membanjiri bandara saat menyambut kepulangan perdana menteri. ""Perdana menteri tidak menginginkan pamer kekuatan,"" tuturnya.
Demonstrasi itu berlanjut hingga Rabu malam (5/6). Tetapi, tidak dilaporkan lagi terjadi kekerasan di Istanbul. Sebagai bentuk solidaritas antardemonstran, kelompok sekuler di Lapangan Taksim bergabung dengan kelompok Muslim untuk berdoa dalam sebuah tradisi makan malam khas Turki. "Ya Tuhan, dengarlah seruan para demonstran yang telah melawan kesewenangan di lapangan ini," ucap seorang imam dalam doanya.
Banyak demonstran yang berseberangan dengan kebijakan Erdogan tentang reformasi Islam. Mereka menahan diri untuk tidak meminum alkohol sebagai bentuk penghormatan terhadap kelompok Muslim.
Pada hari yang sama, korban tewas dari kalangan demonstran kembali berjatuhan. Asosiasi Medis Turki menyatakan, Ethem Sarisuluk, 26, terluka di kepala saat terlibat bentrokan di Ankara.
Dua korban sebelumnya adalah Abdullah Comert, 22, yang terluka berat di kepala saat bentrok dengan polisi di Antakya pada Senin (3/6). Sementara itu, Mehmet Ayvalitas, 20, ditabrak mobil saat mengikuti demonstrasi Istanbul sehari sebelumnya.
Di kota pesisir, Izmir, demonstran menuntut pembebasan sekitar tiga puluh orang yang ditangkap. Mereka diduga menyebarkan berita bohong melalui Twitter. Keluarga mereka menjelaskan, para pemuda tersebut, yakni laki-laki dan perempuan yang berusia 20 tahunan, mengunggah informasi tentang lokasi polisi beraktivitas dan pemblokiran jalan di kota itu. Mereka hanya menulis satu atau dua kicauan, lalu ditangkap.
Perdana menteri menyebut bahwa situs micro blogging tersebut merupakan ancaman dan dipakai untuk menyebarkan kebohongan. (bbc/cak/c18/dos)