TALLIN (RP) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terpilih sebagai Ketua International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) Working Group on Environmental Auditing (WGEA) 2013-2016.
Dengan terpilih sebagai ketua kelompok kerja audit lingkungan ini, BPK akan memimpin pembahasan rencana kerja audit lingkungan se-dunia.
“Mulai Oktober 2013, BPK akan ditetapkan menjadi Ketua WGEA untuk periode 2013-2016 pada Pertemuan BPK se-Dunia di Beijing,” kata anggota BPK, Ali Masykur Musa di Tallin, Estonia, melalui pernyataan tertulis kepada Vivanews, Kamis (6/6).
BPK, menurut Ali Masykur, diminta memimpin pembahasan Rencana Kerja WGEA. Dalam sambutannya di forum itu, dia menyampaikan terima kasih kepada badan pemeriksa keuangan sedunia atas dukungan kepada BPK untuk memimpin organisasi ini sekaligus berkomitmen untuk menjalankan kepemimpinan dan meneruskan kebijakan periode sebelumnya.
Perlu diketahui, BPK adalah institusi negara Asia yang pertama memimpin WGEA setelah Belanda, Kanada dan Estonia. Kepemimpinan Indonesia mempunyai nilai strategis karena saat ini seluruh negara di dunia sudah menerima akibat climate change dan global warming. Begitu juga dampak untuk dalam negeri berupa banjir, tanah longsor dan potensi tsunami.
“Kita harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk menyelamatkan lingkungan Indonesia, misalnya dengan cara menanam kembali lahan gundul, mengerem laju deforestasi akibat tambang dan perkebunan,” katanya.
Audit Lingkungan adalah audit mengenai tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam demi meningkatkan kesejahteraan manusia.
Ali Masykur Musa mengajak seluruh negara di dunia agar lebih berkomitmen menjaga lingkungan, sedangkan kepada seluruh SAI (Supreme Audit Institutions) agar meningkatkan kualitas dan kuantitas pemeriksaan lingkungan.
Pencairan Gletser di Alpen
Efek perubahan iklim dan pemanasan global seperti bumerang bagi manusia. Dampak perubahan iklim yang begitu nyata dampaknya terlihat di daerah pegunungan. Seperti fenomena mencairnya gletser di pegunungan Alpen, Swiss.
Suhu pada abad ke-20 di Alpen meningkat dua kali dari rata-rata suhu global. Hingga hari ini gletser di Swiss menyusut rata-rata hampir 10 meter per tahun. Terlebih lagi, dengan intensitas hujan yang lebih banyak dan angin lebih kuat di negara tersebut.
Dua gletser besar menjulang di atas pegunungan Alpen yaitu Aletsch dan Fiescher. Dua gletser ini menjadi teror tersendiri bagi warga yang tinggal di bawah pegunungan.
Ketika potongan gletser Aletsch jatuh lalu masuk ke dalam Danau Märjelen yang terletak di antara dua gletser, maka danau tersebut akan meluap. Diperkirakan sekitar 10 juta meter kubik air akan mengalir menyusuri lembah di bawahnya.
Dengan volume air yang sebanyak itu tentunya akan membanjiri dan merusak pemukiman penduduk, bahkan dapat merenggut nyawa mereka. Para penduduk yang tergolong warga miskin ini tidak memiliki pilihan lain selain membangun kembali hunian mereka.
Gletser ini mulai surut pada 1860-an dan terus menyusut hingga hari ini. Gletser Aletsch saat ini memiliki panjang sekitar 21 kilometer dengan kedalaman sekitar 900 meter.
Kondisi ini telah meyusut sebesar lima kilometer pada panjang dan kedalamannya berkurang 200 meter sejak tahun 1864.
Tidak jauh dari kota Fiesch, terdapat Gletser Giesen di mana telah terdapat celah raksasa dan berisiko runtuh. Seandainya gletser tersebut runtuh maka akan mengenangi desa-desa yang ada di bawahnya.
Mungkin tidak terpikir bagi kita bahwa ketika sepotong gletser mencair dapat mengubah posisi wilayah sebuah negara. Di Zermat, akibat pergesaran gletser maka pemerintah Swiss dan Italia harus melakukan negoisasi perbatasan wilayah mereka.
Dampak perubahan iklim pada akhirnya dirasakan luas lagi. Karena Gletser Aletsch dan Fiescher dan beberapa gletser kecil lainnya merupakan sumber dari sungai Rhone, yang merupakan salah satu sungai penting di Eropa.
Jika terjadi gletser tersebut mencair secara berlebihan maka bukan tidak mungkin akan berdampak pada hampir seluruh wilayah Eropa.(int/zed)