Ruang Redaksi Jawa Pos Dipilih sebagai The Coolest Newsroom

Internasional | Kamis, 06 September 2012 - 08:56 WIB

Ruang Redaksi Jawa Pos Dipilih sebagai The Coolest Newsroom
DISKUSI PANEL: Dari kiri-kanan Moderator Eamonn Byrne, (Business Director The Byrne Partnership Ltd., Inggris), Dr. Rainer Esser, (CEO Die Zeit, Jerman), Azrul Ananda, (Dirut PT Jawa Pos Koran), Claire Boonstra, (Co-Founder and Business Development Layar, Belanda), Ravi Dharival, (The Times of India, India), dan Mario Garcia, (CEO and Founder Garcia Media, AS) saat diskusi panel tentang print plus, kemarin. Jawa Pos dipilih sebagai The Coolest Newsroom. foto: Agung Kurniawan/JPNN

KIEV (RP) - Jawa Pos lagi-lagi mendapat perhatian khusus di ajang tingkat internasional. Pada hari kedua World Newspaper Congress ke-64 yang dihelat WAN-IFRA di Ukrainian House, Kiev, Selasa (4/9), ruang redaksi Jawa Pos dipilih sebagai The Coolest Newsroom.

Ruang redaksi tersebut, yang terletak di lantai 4 gedung Graha Pena Jawa Pos Surabaya, merupakan salah satu di antara lima newsroom yang dibahas khusus. Tepatnya dalam sesi World Editors Forum yang dipimpin Juan Senor, pakar koran kelas dunia dari Innovation Media Consulting Group Inggris.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sesi itu merupakan bagian dari rangkaian kongres yang terus memikirkan bagaimana koran bisa terus mengembangkan diri di masa mendatang. Juga, bagi Juan Senor, lulusan Oxford University, bentuk dan suasana ruang redaksi punya peran tak kalah penting.

‘’Semua orang mengkhawatirkan masa depan surat kabar. Tapi, bagi saya, yang lebih menakutkan adalah sebuah newsroom yang berantakan. Para jurnalis tertidur di sembarang tempat. Kertas-kertas menumpuk tak beraturan di meja. Itu mengerikan,’’ ujar Senor, mantan presenter Wall Street Journal TV dan CNBC Europe.

Sebuah produk jurnalistik yang bagus, papar Senor, tidak bisa dihasilkan bila rumah tempat pembuatnya sudah tidak karuan.

‘’Logikanya, jika ingin membuat koran yang bagus, harus diciptakan integritas yang seimbang antara hardware, dalam hal ini ruangnya, dan software, dalam hal ini orang-orangnya,’’ tuturnya.

‘’Dan menimbang itu semua, saya menobatkan ruang redaksi Jawa Pos sebagai yang terkeren, the coolest, jika dibandingkan dengan newsroom media lain di seluruh dunia,’’ tegas dia.

Dalam sesi itu, di layar lebar ditampilkan video tentang suasana ruang redaksi Jawa Pos. Bagaimana sebuah ruang besar itu terasa sangat terbuka, dilengkapi peralatan gym dan olahraga, studio musik, serta meja meeting melingkar yang memudahkan interaksi dan komunikasi.

‘’Newsroom Jawa Pos tak ubahnya seperti arena playground (bermain, red) besar. Itu contoh ideal suasana menyenangkan untuk membuat surat kabar,’’ tambah Senor.

Ruang redaksi lain yang mendapat pujian milik Le Journal de Montreal (Kanada), sebagai newsroom dengan pembagian space terbaik. Gelar newsroom paling modern di benua Amerika diberikan kepada koran Venezuela, Cadena Capriles, serta harian Peru, El Comercio.

Di Asia, ruang redaksi paling modern adalah milik India Today Multiplex yang baru saja selesai dibangun.

Panelis Masa Depan Koran

Pada sesi sore hari, dalam diskusi panel Print Plus tentang masa depan surat kabar, Jawa Pos juga mendapat kesempatan untuk tampil. Direktur Utama PT Jawa Pos Koran Azrul Ananda dipilih sebagai salah satu panelis bersama beberapa pakar senior kelas dunia.

Di panggung utama konferensi itu, duduk pula Mario Garcia (CEO dan pendiri Garcia Media, Amerika Serikat), Raul Dharival (CEO The Times of India), Rainer Esser (CEO Die Zeit, Jerman), dan Claire Boonstra (co-founder dan business development director Layar, Belanda).

Diskusi itu dimoderatori Eamonn Byrne, salah seorang konsultan koran paling terkenal dari Inggris (The Byrne Partnership). Dalam sesi tersebut, pada dasarnya disepakati krisis koran hanya terjadi di Amerika Utara.

Di Eropa dan Amerika Latin, koran masih menunjukkan pertumbuhan positif. Baik dalam sirkulasi maupun pemasukan iklan. Asia lebih hebat lagi, tumbuh paling baik.

Byrne juga menunjukkan hasil riset yang memperlihatkan kalau masa depan online justru lebih berat. Pemasukan (revenue) online  tidak tumbuh dalam beberapa tahun terakhir dan diprediksi tidak akan tumbuh dalam beberapa tahun ke depan.

Bahwa ada koran yang tidak tumbuh dalam beberapa tahun terakhir, maka itu adalah akibat dari perbuatan koran itu sendiri. Khususnya di Amerika Serikat.

‘’Dalam beberapa tahun terakhir, koran telah mengalokasikan begitu banyak biaya untuk memikirkan online. Tapi, bukan itu yang mematikan koran. Yang mematikan adalah: Dalam beberapa tahun terakhir, koran telah mengalokasikan begitu banyak brainpower (orang dan pikiran) untuk online. Padahal, online terbukti kurang menghasilkan. Seandainya brainpower itu fokus ke koran, hasilnya mungkin berbeda,’’ jelas Byrne.

Mario Garcia menambahkan, ‘’Kalau orang masuk kerja di koran tidak happy dan merasa korannya akan punah, apa yang ia takutkan itu justru akan terwujud. Beda kalau kita masuk kerja dengan penuh semangat.’’

Garcia menegaskan, koran bukan hanya akan bertahan 10 sampai 20 tahun lagi. ‘’Koran akan abadi asalkan bisa terus beradaptasi,’’ ucapnya.

Setelah diskusi panel, Azrul punya kesimpulan lanjutan.

‘’Intinya adalah fokus. Kalau korannya fokus mengembangkan koran, maka ia akan terus berkembang. Die Zeit yang terbesar di Jerman membuktikan itu. Ada koran Swedia yang  juga membuktikan itu. Mereka di Eropa, tapi bisa tumbuh dengan strategi fokus ke print. Sama persis dengan yang dilakukan Jawa Pos selama bertahun-tahun,’’ paparnya.(ayi/iro/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook