WARGA GUNAKAN OBAT AIDS

Pasien Virus Corona di Cina Mulai Frustasi

Internasional | Kamis, 06 Februari 2020 - 20:29 WIB

Pasien Virus Corona di Cina Mulai Frustasi
Tenaga medis di rumah sakit di Wuhan, Cina yang memakai perlengkapan khusus saat melayani pasien virus corona. Foto: AFP

BEIJING (RIAUPOS.CO) -- Cepatnya penyebaran virus corona di Cina dan kurangnya sumber daya medis mendorong orang-orang untuk menggunakan cara tidak biasa untuk memperoleh pengobatan. Termasuk di antaranya meminta obat ke pasien HIV.

Otoritas kesehatan Cina menyatakan belum ada obat yang efektif untuk virus yang telah menewaskan lebih dari 500 orang di negara itu. Meskipun belum ada bukti dari uji klinis, Komisi Kesehatan Nasional Cina menyatakan obat HIV yakni lopinavir/ritonavir dapat digunakan untuk pasien virus corona, tanpa menjelaskan lebih lanjut bagaimana obat-obatan itu bisa membantu.


Hal itu memicu serbuan, terutama untuk Kaletra atau juga dikenal dengan Aluvia, satu-satunya versi lopinavir/ritonavir yang diperdagangkan secara bebas di Cina.

Obat itu biasanya digunakan untuk mengobati dan mencegah HIV dan AIDS, dan bulan lalu AbbVie menyatakan Cina telah menguji obat tersebut untuk mengobati gejala virus corona.

Devy (38), seorang pekerja lepas di Provinsi Shandong yang menolak menyebutkan nama keluarganya, adalah salah satu dari ratusan orang yang menghubungi penderita HIV untuk meminta obat.

Meskipun tidak bepergian ke Provinsi Hubei atau Wuhan yang menjadi pusat penyebaran wabah, ia semakin khawatir entah bagaimana tertular virus corona setelah dokter menemukan gejala-gejala pneumonia pada tubuhnya. Devy juga memiliki gejala lain yang berhubungan dengan virus corona, seperti demam dan mual.

Putus asa dan khawatir, ia mendengar dari temannya bahwa seorang pria dengan HIV-positif yang dijuluki "Brother Squirrel" menawarkan Kaletra secara cuma-cuma bagi orang-orang yang diduga terjangkit virus corona tipe baru. Devy menerima 30 pil.

"Ketika anda ditinggalkan sendiri, melihat bayangan kematian dari jauh, saya rasa tidak ada seorang pun bisa merasa tenang," kata Devy kepada Reuters melalui sambungan telepon.

Bahkan setelah dites negatif terjangkit virus, Devy masih percaya bahwa mendapatkan Kaletra adalah pilihan tepat. "Anda bisa mencoba berbagai hal untuk menyelamatkan dirimu kan?" kata dia.

Brother Squirrel, yang bernama asli Andy Li, mengatakan pada Reuters bahwa ia berusia 30 tahun dan memilih julukan itu karena ia menimbun obat untuk penyakitnya sama seperti "tupai menimbun kacang".

Setelah mendengar komentar otoritas kesehatan Cina tentang Kaletra, Li dan beberapa penderita HIV lainnya mengumpulkan sekitar 5.400 tablet Kaletra dalam waktu kurang dari seminggu. Kemudian mereka menawarkan obat itu ke media sosial mirip Twitter Cina, Weibo.

"Kami merasa seperti diorganisasi untuk misi militer," kata Li, mengingat kembali saat ratusan pesan membanjiri akun media sosialnya, membuatnya hampir tidak ada waktu untuk tidur atau makan selama tiga hari pertama sampai semua pil itu dikirimkan.

"Banyak orang membutuhkan obat itu dan saya tidak ingin membuang waktu. Waktu adalah hidup," ujar Li kepada Reuters. (dil/jpnn)

Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook