Laporan JPPN, London
IMPOR pangan dalam skala besar oleh negara Asia-Afrika meningkatkan kekhawatiran atas kerentanan pangan di masa depan. Karenanya para pakar memperingatkan negara-negara di kawasan tersebut untuk meningkatkan investasi di bidang pertanian juga mengubah kebiasaan makanan.
Berkaca pada kemarau yang melanda Amerika dan India telah memicu kenaikan harga pangan. Sehingga para pakar memperingatkan negara-negara di Asia-Pasifik yang membutuhkan impor pangan lebih besar agar waspada dan meningkatkan kekhawatiran atas kerentanan pangan di masa depan.
Seperti dilansir VOA, Jumat (3/8), Center for Low Carbon Futures, sebuah jaringan universitas yang berbasis di Inggris, mengatakan dalam laporan barunya bahwa dalam waktu 10 tahun sebagian besar Asia mungkin menghadapi kekeringan parah yang panjang. Terutama yang akan terkena adalah Cina bagian utara, India, Afghanistan, Mongolia, dan Pakistan.
Sementara bagian lain di Asia kemungkinan ditimpa iklim muson yang panjang dan basah. Di sisi lain seluruh dunia ada peningkatan fokus pada tantangan untuk menghasilkan cukup pangan karena populasi global diperkirakan akan mencapai sembilan miliar pada tahun 2050.
Produksi pangan harus meningkat 70 persen untuk memenuhi kebutuhan itu,” ujar salah seorang ilmuwan.
Walaupun kemarau di Amerika dan India telah menaikkan harga beberapa komoditas, secara keseluruhan Organisasi Makanan dan Pertanian PBB mengatakan persediaan makanan yang pokok masih cukup. Ancaman perubahan iklim global datang tatkala hasil panen padi dan gandum di Asia menurun.
“Dengan hitungan sederhana saja sudah bisa diketahui bahwa kita tidak akan dapat memenuhi angka tersebut kecuali dilakukan investasi yang kentara untuk meningkatkan produktivitas di bawah skenario lahan yang ada saat ini, atau kecuali tersedia lebih banyak lahan baru untuk pertanian atau kita berhenti menggunakan ruang perkotaan dan menggunakannya untuk pertanian,” tambahnya.
Asia mengimpor hampir 70 persen kedelai dunia dari Amerika Utara dan Amerika Latin dan sekitar 40 persen jagung yang sebagian besar untuk pakan ternak. Harga jagung sendiri telah melonjak ke tingkat tertinggi akibat kemarau parah dalam 50 tahun terakhir di mana hampir 90 persen dari tanaman jagung Amerika dihasilkan di daerah yang dilanda kekeringan. Kekeringan di Amerika dan dampaknya pada harga pangan harus menjadi peringatan bagi Asia Pasifik.
Beberapa negara, seperti Indonesia, Kamboja dan Cina, menangani masalah ini dengan membuka lahan pertanian baru. Di Birma, McConville mengatakan reformasi ekonomi yang positif dapat membantu meningkatkan produksi padi.(esy/jpnn)