JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jangan memaksa pemerintah Brunei Darussalam membatalkan hukum rajam hingga mati warga lesbi, gay, biseksual, dan transgender alias LGBT.
Hal itu
disampaikan Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan,
merespons permintaan Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet agar
pemerintah Brunei tak menerapkan hukuman tersebut.
"Kami
mendukung negara Brunei Darussalam untuk tetap menjaga kedaulatan hukum
di negaranya. Saya menyeru agar Dewan HAM PBB sebagai organisasi
internasional tidak memaksa Brunei untuk mengubah aturan hukum secara
langsung," ucap Chandra di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Pria
yang juga Sekretaris Jenderal LBH Pelita Umat itu pun menyatakan,
setiap negara memiliki kedaulatan negara (sovereignty), hak menentukan
nasib sendiri (self determination), integritas teritorial (territorial
integrity) dan kemerdekaan politik (political independence).
"Setiap
negara di dunia termasuk lembaga internasional wajib menghormati hal
tersebut, dilarang untuk melakukan intervensi," tegasnya.
Dia
beralasan, dalam hukum internasional tidak ada norma yang menyatakan
bahwa penerapan pidana mati dalam sebuah negara bertentangan dengan
hukum internasional dan HAM, hukum internasional mengakui dan
menghormati penerapan pidana mati dalam sebuah negara.
Di
sisi lain, tambah Chandra, dalam Deklarasi Universal HAM yang diterima
dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948 melalui
Resolusi 217 A (III), secara tegas dinyatakan hak dan kebebasan setiap
individu dalam pelaksanaannya harus tunduk dan patuh kepada pembatasan
yang ditetapkan oleh UU atau hukum positif sebuah negara.(fat)